Jumat, 31 Desember 2010

fistan

HUBUNGAN AIR DAN TANAMAN


FUNGSI AIR

• Penyusun tubuh tanaman (70%-90%)
• Pelarut dan medium reaksi biokimia
• Medium transpor senyawa
• Memberikan turgor bagi sel (penting untuk pembelahan sel dan pembesaran sel)
• Bahan baku fotosintesis
• Menjaga suhu tanaman supaya konstan


Bentuk Air Tersedia

• Air kapiler, terletak antara titik layu tetap (batas bawah) dan kapasitas lapangan (batas atas)
• Air tidak tersedia, air higroskopis (kurang dari titik layu tetap) dan air gravitasi (di atas kapasitas lapangan)

Air pada Kap. Lapangan Menguntungkan

• Adanya imbangan antara pori makro dg mikro
• Sebagian besar nutrisi dalam bentuk terlarut
• Permukaan akar memiliki luasan terbesar untuk menjalankan proses difusi ion dan aliran masa ion




Air Membatasi Pertumbuhan

• Jumlahnya terlalu banyak (menimbulkan genangan) sering menimbulkan cekaman aerasi
• Jumlahnya terlalu sedikit, sering menimbulkan cekaman kekeringan
• Diperlukan upaya pengaturan lengas tanah supaya optimum, melalui pembuatan saluran drainase (mencegah terjadinya genangan) maupun saluran irigasi (mencegah cekaman kekeringan)
• Air hujan dan irigasi masuk ke tanah lewat infiltrasi, mengisi pori mikro tanah, tertahan sebagai lengas
• Air tanah memiliki energi kinetik dan potensial
• Energi kinetik sangat rendah, bergerak sangat lambat
• Energi potensial tinggi, penjumlahan dari potensial gravitasi, potensial matrik, potensial tekanan, dan potensial solut
• Status air tanah digambarkan oleh kandungan lengas
• Status air tanah tergantung pada tekstur dan struktur tanah
• Tanah lempung menyimpan air lebih banyak daripada tanah pasir, kekeringan di tanah lempung terjadi lebih lambat



Kapasitas Lapangan

• Seluruh pori mikro terisi air
• Batas atas air tersedia bagi tanaman
• Diukur berdasarkan kandungan lengas setelah tanah jenuh dibiarkan bebas terdrainasi selama 2 – 3 hari
• Cara lain: ditentukan pada tanah jenuh yang mengalami tekanan pada 0.01 Mpa (pasiran) – 0.033 Mpa (lempungan)



Titik Layu Tetap

• Air yang ada berupa air higroskopis
• Batas bawah air tersedia
• Ditentukan dengan mengukur kandungan lengas pada saat tanaman indikator layu, dan tidak dapat segar kembali setelah dibiarkan semalam di udara basah
• Cara lain: dengan mengukur kandungan lengas dari tanah jenuh setelah diberi tekanan 1.5 Mpa di alat piring tekan
• Titik layu tetap bukan merupakan tetapan tanah, lebih merupakan tetapan tanaman
• Titik layu tetap lebih tergantung pada tekanan turgor sel-sel tanaman. Tekanan turgor dipengaruhi oleh komponen osmotik daun, cuaca yang mempengaruhi transpirasi dan komponen yang mempengaruhi ketersediaan air tanah
• Tidak ada batas bawah ketersediaan air yang tegas untuk berbagai tanaman



Genangan

• Kandungan lengas tanah di atas kapasitas lapangan
• Menimbulkan dampak yang buruk terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman
• Dampak genangan: menurunkan pertukaran gas antara tanah dan udara yang mengakibatkan menurunnya ketersediaan O2 bagi akar, menghambat pasokan O2 bagi akar dan mikroorganisme (mendorong udara keluar dari pori tanah maupun menghambat laju difusi)
• Pada kondisi genangan, < 10% volume pori yang berisi udara
• Sebagian besar tanaman pertumbuhan akarnya terhambat bila < 10% volume pori yang berisi udara dan laju difusi O2 kurang dari 0.2 ug/cm2/menit
• Keadaan lingkungan kekurangan O2 disebut hipoksia, dan keadaan lingkungan tanpa O2 disebut anoksia (mengalami cekaman aerasi)
• Kondisi anoksia tercapai pada jangka waktu 6 – 8 jam setelah genangan, karena O2 terdesak oleh air dan sisa O2 dimanfaatkan oleh mikroorganisme
• Pada kondisi tergenang, kandungan O2 yang tersisa di tanah lebih cepat habis bila ada tanaman
• Laju difusi O2 di tanah basah 20000 kali lebih lambat dibandingkan di udara
• Laju penurunan O2 dipengaruhi oleh tekstur tanah
• Pada tanah pasiran, kehabisan O2 terjadi pada 3 hari setelah tergenang sedangkan pada tanah lempungan terjadi < 1 hari, porositas lempungan lebih rendah daripada pasiran
• Penurunan O2 dipercepat oleh keberadaan tanaman di lahan, akar tanaman menyerap untuk respirasi
• Akar tanaman legum berbintil memerlukan O2 enam kali lebih banyak dibandingkan yang dibuang bintilnya (30 : 4.3 ul O2/g/menit)
• Genangan selain menimbulkan penurunan difusi O2 masuk ke pori juga akan menghambat difusi gas lainnya, misal keluarnya CO2 dari pori tanah. CO2 terakumulasi di pori, pada tanah yang baru saja tergenang 50% gas terlarut adalah CO2, sebagian tanaman tidak mampu menahan keadaan tersebut
• dampak kelebihan konsentrasi CO2 mempunyai pengaruh lebih kecil dibandingkan defisiensi O2
• Genangan mempengaruhi sifat fisik, kimia, dan biologi tanah
• Struktur tanah rusak, daya rekat agregat lemah, penurunan potensial redoks, peningkatan pH tanah masam, penurunan pH tanah basa, perubahan daya hantar dan kekuatan ion, perubahan keseimbangan hara
• Tanaman yang tergenang menunjukkan gejala klorosis khas kahat N
• Kekahatan N terjadi karena penurunan ketersediaan N maupun penurunan penyerapannya
• Pada kondisi tergenang ketersediaan N dalam bentuk nitrat sangat rendah karena proses denitrifikasi, nitrat diubah menjadi N2, NO, N2O, atau NO2 yang menguap ke udara
• Pada proses denitrifikasi, nitrat digunakan oleh bakteri aerob sebagai penerima elektron dalam proses respirasi
• Genangan berdampak negatif terhadap ketersediaan N, tetapi ada pula keuntungan dari timbulnya genangan yaitu peningkatan ketersediaan P, K, Ca, Si, Fe, S, Mo, Ni, Zn, Pb, Co
• Genangan berpengaruh terhadap proses fisiologis dan biokimiawi antara lain respirasi, permeabilitas akar, penyerapan air dan hara, penyematan N
• Genangan menyebabkan kematian akar di kedalaman tertentu dan hal ini akan memacu pembentukan akar adventif pada bagian di dekat permukaan tanah pada tanaman yang tahan genangan
• Kematian akar menjadi penyebab kekahatan N dan cekaman kekeringan fisiologis
• Pada tanaman legum, genangan tidak hanya menghambat pertumbuhan akar maupun tajuk juga menghambat perkembangan dan fungsi bintil akar
• Fungsi bintil akar terganggu karena terhambatnya aktifitas enzim nitrogenase dan pigmen leghaemoglobin, kemampuan fiksasi N2 akan menurun
• Tanaman kedelai termasuk tanaman yang tahan genangan, mampu membentuk akar adventif dan bintil akar pada akar tersebut, efek genangan akan hilang begitu akar adventif terbentuk
• Pengaruh genangan pada tajuk tanaman: penurunan pertumbuhan, klorosis, pemacuan penuaan, epinasti, pengguguran daun, pembentukan lentisel, penurunan akumulasi bahan kering, pembentukan aerenkim di batang.
• Besarnya kerusakan tanaman sebagai dampak genangan tergantung pada fase pertumbuhan tanaman. Fase yang peka genangan: fase perkecambahan, fase pembungaan, dan pengisian
• Genangan pada fase perkecambahan menurunkan jumlah biji yang berkecambah (perkecambahan sangat memerlukan O2)
• Genangan yang terjadi pada fase pembungaan dan pengisian menyebabkan banyak bunga dan buah muda gugur

KEKERINGAN

• Kekeringan menimbulkan cekaman bagi tanaman yang tidak tahan kering
• Kekeringan terjadi jika lengas tanah lebih rendah dari titik layu tetap
• Kondisi di atas timbul karena tidak adanya tambahan lengas baik dari air hujan maupun irigasi sementara evapotranspirasi tetap berlangsung
• Pertumbuhan dan hasil tanaman tidak hanya dipengaruhi oleh cekaman kekeringan, merupakan hasil integrasi dari semua pengaruh cekaman pada proses fotosintesis, respirasi, metabolisme pertumbuhan, dan reproduksi
• Proses fisiologis untuk mengetahui dampak kekeringan yang dapat diukur: tekanan turgor, bukaan stomata, laju metabolisme, kerusakan enzim, dan kerapatan akar
• Faktor yang mempengaruhi penurunan pertumbuhan secara langsung bukan potensial air, tetapi potensial osmotik atau tekanan turgor.
• Tekanan turgor sel tanaman akan mempengaruhi aktivitas fisiologis antara lain pengembangan daun, bukaan stomata, fotosintesis, dan pertumbuhan akar
• Pada tanaman yang tahan cekaman kekeringan, tekanan turgor daun tetap dipertahankan meskipun kandungan lengas tanah maupun air jaringan menurun. Hal ini terjadi melalui penurunan potensial osmotik daun yang disebut penyesuaian osmotik
• Penyesuaian osmotik dapat dilakukan melalui akumulasi atau sintesis zat terlarut yang menurunkan potensial solut dan mempertahankan turgor sel
• Zat yang sering dihasilkan tanaman untuk penyesuaian osmotik pada tanaman yang tahan cekaman kekeringan adalah senyawa prolin yang terakumulasi di jaringan daun
• Kandungan prolin pada daun yang mengalami cekaman kekeringan 10 – 100 kali lipat dibandingkan tanaman yang kecukupan air
• Pada tanaman yang mengalami cekaman, prolin merupakan komponen asam amino terbesar dalam jaringan (30% dari total nitrogen terlarut)
• Peranan prolin: sebagai penampung nitrogen dari berbagai senyawa nitrogen yang berasal dari kerusakan protein, sebagai senyawa pelindung untuk mengurangi pengaruh kerusakan cekaman air di sel. Begitu tanaman terlepas dari cekaman air, senyawa prolin akan segera terdegradasi menjadi glutamat
• Cekaman air mampu menurunkan LAB sampai 50%, terutama terjadi karena penurunan laju fotosintesis

tugas ilmu gulma

 Sejarah Awal Perkembangan Ilmu Gulma
Gulma menjadi masalah sejak manusia mengusahakan pertanian. Gulma menyebabkan gangguan dan kerugian pada tanaman budidaya seperti halnya hama dan penyakit, namun gangguan akibat gulma timbulnya sedikit demi sedikit, tidak drastis atau spektakuler. Menurut Singh et al. (2005) upaya pengendalian gulma pada sistem produksi tanaman telah dilakukan oleh manusia seumur perkembangan pertanian itu sendiri. Gulma mendapat perhatian lebih besar di bidang fisiologi tumbuhan, sejak ditemukannya 2,4-D (asam 2,4- diklorofenoksiasetat) pada tahun 1940-an sebagai herbisida. Sebelum herbisida sintetis ditemukan pada tahun 1940-an, tidak ada pembagian disiplin ilmu gulma. Manajemen gulma dijadikan sebagai subdisiplin agronomi, dan sangat sedikit ilmuwan yang melakukan penelitian pada gulma dan pengendaliannya. Penemuan 2,4-D sebagai zat pengatur tumbuh (Zimmerman and Hitchock, 1942) dan catatan penggunaannya sebagai herbisida selektif (Hamner dan Tukey, 1944; Marth and Mitchell, 1944) telah mengawali proses penemuan dan komersialisasi herbisida sintetik baru yang memberikan dorongan terhadap ilmu gulma untuk menjadi disiplin tersendiri.
 Sejarah Penemuan 2,4-D
Pada akhir abad 19, ketika garam NaCl dan abu digunakan untuk mengendalikan gulma sepanjang pinggir jalan, herbisida selektif inorganik telah ditemukan dengan kebetulan di Perancis. Beberapa petani Perancis menyemprotkan bubur Bourdeaux untuk mengendalikan penyakit embun tepung (downy mildew) pada pertanaman anggur dan mereka mengamati bahwa beberapa drift yang jatuh dari larutan tersebut dapat membunuh gulma berdaun lebar yang ada di bawahnya. Akhirnya, komponen tembaga sulfat dalam bubur Bordeaux ditemukan sebagai agen pembunuh gulma. Terobosan nyata dalam pengendalian gulma dengan senyawa kimia selektif dihasilkan pada tahun 1945 dengan pengumuman secara simultan penemuan 2,4- D di Amerika dan MCPA di Inggris. Pada tahun 1935 di Amerika, Zimmerman dan Wilcoxson melaporkan bahwa phenilacetic acid dan naphthyl acetic acid (NAA) mencegah buah muda gugur, menginduksi perakaran, mempercepat pemasakan buah, dan menyebabkan tomat tanpa biji. Pada tahun 1941 di Inggris, ketika pelaksanaan penelitian pot pada pengaruh NAA sebagai zat pengatur tumbuh tanaman pada gandum, W.G. Templeman mendapatkan peluang bahwa NAA membunuh sedikit tanaman kubis liar (Brassica kaber) yang tumbuh sebagai gulma di pot gandum. Hal ini mendorong Templeman dan W.A Sexton pada Stasiun Penelitian Jealotts Hill untuk mencari beberapa zat pengatur tumbuh yang lebih potensial daripada NAA untuk pengendalian gulma berdaun lebar pada biji kecil. Hasil elaborasi penelitian akhirnya menghasilkan bahwa 2,4-D dan MCPA merupakan zat pengatur tumbuh yang potensial sebagai herbisida (Gupta, 2000). Pada tahun 1941 di Amerika Serikat, Pokorny untuk pertama kalinya mensintesis 2,4-dichloroacetic acid (2,4-D) dan 2,4,5-trichloroacetic acid (2,4,5-T).
 2,4-D sebagai Senjata Perang Biologi
Pengembangan herbisida organik telah difasilitasi secara besar selama.Perang Dunia II karena potensi militernya sebagai senjata biologi (Peterson, 1967). Setelah perang, program Camp Detrick diperluas sampai meliputi berbagai tipe respon pertumbuhan di dalam tanaman. Sintesis dan pemilihan (screening) dilanjutkan dan pengembangan prosedur untuk menguji aktivitas herbisida ditingkatkan. Penelitian Camp Detrick didukung oleh kontrak dengan universitas dan penelitian diinisiasi pada absisik dan giberelin. Pengguguran daun dan uji pelayuan daun untuk tanaman berkayu dilakukan selama periode 1961 -1972 dibawah pengawasan C.E. Minarik yang mendorong penggunaan secara militer
 Pengembangan 2,4-D secara Komersial sebagai Herbisida
Ilmuwan di Amerika Serikat (Marth dan Mitchel, 1944; Zimmerman dan Hitchcock, 1942) dan ilmuwan Inggris (Blackman, 1945; Slade et al, 1945) melanjutkan pekerjaan penelitian terbatas dengan 2,4-D selama Perang Dunia II. Penelitian di Inggris difokuskan pada pengembangan MCPA, yaitu herbisida mirip 2,4-D. MCPA disenangi di Inggris karena ketersediaan kresol yang melimpah yang diekstrak dari batubara dan digunakan untuk membuat MCPA versus ketersediaan phenol yang melimpah dari kilang minyak di Amerika, yang digunakan untuk membuat 2,4-D.
Pada bulan Juni 1994, Mitchell dan Hamner dengan United States Department of Agriculture (USDA) Biro Industri Tanaman di Beltsville, Maryland telah membuat pengumuman publikasi yang pertama tentang penggunaan 2,4-D sebagai herbisida yang menghambat pertumbuhan gulma (Marth dan Mitchell, 1944). Hamner dan Tukey (1944) menyebabkan pertimbangan publik tertarik ketika mereka melaporkan pada tahun 1944 bahwa dalam 10 hari setelah semprot dengan 2,4-D gulma mati. Peneliti Inggris sudah bekerja dengan MCPA, 2,4-D, dan zat pengatur tumbuh lain selama awal tahun 1940 tetapi menunda publikasi hasil penelitiannya sampai setelah Perang Dunia II (Blackman, 1945; Slade et al.,1945).


Marth dan Mitchel (1944) menyemprotkan 2,4-D pada lapangan rumput yang ditumbuhi gulma dandelion pada Beltsville, Maryland dan mendapatkan pengendalian gulma daun lebar secara selektive dengan tanpa kerusakan terhadap lapangan rumputnya. Mitchell et al. (1944) kemudian melakukan penelitian tambahan pada lapangan golf dan melaporkan bahwa terdapat pengendalian gulma daun lebar secara selektif.
Singkatan populer 2,4-D pertama kali terlihat di dalam literatur tahun 1945 selama pertemuan tahunan kedua NCWCC (North Central Weed Control Conference) di St. Paul, Minnesota (Timmons, 1945). Data dari 30 cooperators dengan 140 penelitian yang dilaksanakan di Amerika Serikat dan 36 penelitian yang dilaksanakan di Canada telah dilaporkan.
Paten asli 2,4-D dan senyawa turunannya (US Patent Number 2,322,761) adalah sebagai zat pengatur tumbuh oleh John F. Lontz dan ditetapkan untuk E.I. du Pont de Nemours and Company tertanggal 29 Juni 1943 (Peterson, 1967). Franklin D. Jones dengan perusahaan Cat Kimia Amerika (ACPC) mencatat pada tanggal 20 Maret 1944 dan mendapatkan penggunaan paten 2,390,941 pada bulan Desember 1945 untuk 2,4-D sebagai herbisida. Pada bulan Juni 1945, ACPC memasarkan 2,4-D dengan nama dagang ”Weedone”, yang merupakan herbisida sistemik selektive pertama yang diproduksi dan terjual pada skala komersial.
Studi Toksisitas 2,4-D
Mitchell et al (1946) melaporkan bahwa perlakuan pada padang rumput dengan 2,4-D dengan duakali dosis normal tidak menyebabkan efek toksik pada domba dan sapi yang memakan rumput pakan tersebut, dan memberikan pakan pada sapi 5.5 gram 2,4-D murni per hari selama 3 bulan tidak menyebabkan efek terhadap sapi atau susunya. Kraus mengumumkan bahwa dia sudah memakan 0.5 gram 2,4-D per hari selama 3 minggu dan tidak ada pengaruhnya (Kephart, 1945).



Kecenderungan dalam Ilmu Gulma di abad ke- 21
1 . Peningkatan penggunaan Benih Padi dengan Sistem Tebar Langsung
Bangsa Asia mulai mengalami proses perubahan dalam sistem pertanaman karena semakin terbatasnya jumlah tenaga kerja untuk menyiangi gulma. Meningkatnya upah buruh telah menyebabkan perubahan sistem pertanaman dari transplanting menjadi sistem tanam langsung di beberapa negara di Asia Tenggara yang memiliki jumlah populasi penduduk sedikit dan upah buruh meningkat. Pergantian sistem ini berakibat buruk dan menyebabkan terjadinya masalah gulma.
Echinochloa spp. termasuk gulma tanaman padi dan tergolong ke dalam millenial weed pada tanaman padi yang tidak mempengaruhi sistem pertanaman di seluruh dunia. Gulma ini tidak selalu menjadi masalah. Tanaman padi yang banyak ditumbuhi oleh gulma akan menyebabkan lebih banyak masalah ketika dilakukan sistem tanam langsung dalam hubungannya dengan genetik, morfologi, dan kesamaan fenologi dengan padi lokal dan juga karakteristiknya yang mudah Echinochloa spp. termasuk gulma tanaman padi dan tergolong ke dalam millenial weed pada tanaman padi yang tidak mempengaruhi sistem pertanaman di seluruh dunia. Gulma ini tidak selalu menjadi masalah. Tanaman padi yang banyak ditumbuhi oleh gulma akan menyebabkan lebih banyak masalah ketika dilakukan sistem tanam langsung dalam hubungannya dengan genetik, morfologi, dan kesamaan fenologi dengan padi lokal dan juga karakteristiknya yang mudah
2. Meningkatnya Penggunaan Herbisida dan Kebutuhan akan Herbisida dengan Wacana Baru
Meskipun penyiangan secara manual adalah metode yang paling umum dikenal dalam usaha pengendalian gulma di kawasan ini, penggunaan herbisida tetap menjadi komponen penting dalam usaha pengendalian gulma. Penggunaan herbisida terus meningkat di beberapa negara di Asia. Hal tersebut disebabkan oleh adanya penggunaan varietas tanaman pangan yang berdaya hasil tinggi sehingga mendorong insentif secara ekonomi dengan cara mengurangi jumlah gulma yang ada dan tersedianya herbisida yang murah harganya. Penggunaan herbisida yang semakin meningkat pada tanaman padi sawah ternyata lebih murah 1-5 kalinya daripada ketika dilakukan penyiangan secara manual (di Illoilo-Filipina, Jawa Barat-Indonesia, dan Delta sungai Mekong-Vietnam).
3. Kebutuhan yang mendesak untuk Mengurangi Resiko dari Penggunaan Herbisida pada Ekosistem
Herbisida yang digunakan saat ini aman tidak berbahaya terhadap manusia dan hewan ternak, apabila pengunaannya tepat. Di sebagian kecil negara di kawasan Asia, penggunaan sulfonil urea yang dicampur dengan herbisida lain digunakan untuk mengatasi penyebaran yang luas dari gulma. Dosis sulfonil urea yang digunakan jauh lebih kecil dari kebanyakan herbisida tahunan lainnya, dan bahan aktif ini terus digunakan sebagai herbisida untuk membasmi gulma tanaman padi selama beberapa dekade ini. Bagaimanapun juga tetap ada tekanan untuk mengurangi resistensi gulma terhadap herbisida ini, karena terdapat efek residu yang memusnahkan tanaman lain, termasuk gulma Brasenia schreberi dan Sagittaria aginashi. Penggunaan sulfonil urea yang terus menerus akan menyebabkan terjadinya keragaman gulma. Lebih dari 600 000 juta dolar telah dihabiskan untuk memulihkan kondisi air yang tercemar oleh molinate dan thiobencarb di areal pertanaman padi di daerah California. Hal ini tentu saja mengejutkan masyarakat di Asia, karena sistem tanam padi berhubungan langsung dengan budidaya ikan. Selain itu air irigasi juga digunakan masyarakat untuk keperluan lain.

tugas ilmu gulma

 Sejarah Awal Perkembangan Ilmu Gulma
Gulma menjadi masalah sejak manusia mengusahakan pertanian. Gulma menyebabkan gangguan dan kerugian pada tanaman budidaya seperti halnya hama dan penyakit, namun gangguan akibat gulma timbulnya sedikit demi sedikit, tidak drastis atau spektakuler. Menurut Singh et al. (2005) upaya pengendalian gulma pada sistem produksi tanaman telah dilakukan oleh manusia seumur perkembangan pertanian itu sendiri. Gulma mendapat perhatian lebih besar di bidang fisiologi tumbuhan, sejak ditemukannya 2,4-D (asam 2,4- diklorofenoksiasetat) pada tahun 1940-an sebagai herbisida. Sebelum herbisida sintetis ditemukan pada tahun 1940-an, tidak ada pembagian disiplin ilmu gulma. Manajemen gulma dijadikan sebagai subdisiplin agronomi, dan sangat sedikit ilmuwan yang melakukan penelitian pada gulma dan pengendaliannya. Penemuan 2,4-D sebagai zat pengatur tumbuh (Zimmerman and Hitchock, 1942) dan catatan penggunaannya sebagai herbisida selektif (Hamner dan Tukey, 1944; Marth and Mitchell, 1944) telah mengawali proses penemuan dan komersialisasi herbisida sintetik baru yang memberikan dorongan terhadap ilmu gulma untuk menjadi disiplin tersendiri.
 Sejarah Penemuan 2,4-D
Pada akhir abad 19, ketika garam NaCl dan abu digunakan untuk mengendalikan gulma sepanjang pinggir jalan, herbisida selektif inorganik telah ditemukan dengan kebetulan di Perancis. Beberapa petani Perancis menyemprotkan bubur Bourdeaux untuk mengendalikan penyakit embun tepung (downy mildew) pada pertanaman anggur dan mereka mengamati bahwa beberapa drift yang jatuh dari larutan tersebut dapat membunuh gulma berdaun lebar yang ada di bawahnya. Akhirnya, komponen tembaga sulfat dalam bubur Bordeaux ditemukan sebagai agen pembunuh gulma. Terobosan nyata dalam pengendalian gulma dengan senyawa kimia selektif dihasilkan pada tahun 1945 dengan pengumuman secara simultan penemuan 2,4- D di Amerika dan MCPA di Inggris. Pada tahun 1935 di Amerika, Zimmerman dan Wilcoxson melaporkan bahwa phenilacetic acid dan naphthyl acetic acid (NAA) mencegah buah muda gugur, menginduksi perakaran, mempercepat pemasakan buah, dan menyebabkan tomat tanpa biji. Pada tahun 1941 di Inggris, ketika pelaksanaan penelitian pot pada pengaruh NAA sebagai zat pengatur tumbuh tanaman pada gandum, W.G. Templeman mendapatkan peluang bahwa NAA membunuh sedikit tanaman kubis liar (Brassica kaber) yang tumbuh sebagai gulma di pot gandum. Hal ini mendorong Templeman dan W.A Sexton pada Stasiun Penelitian Jealotts Hill untuk mencari beberapa zat pengatur tumbuh yang lebih potensial daripada NAA untuk pengendalian gulma berdaun lebar pada biji kecil. Hasil elaborasi penelitian akhirnya menghasilkan bahwa 2,4-D dan MCPA merupakan zat pengatur tumbuh yang potensial sebagai herbisida (Gupta, 2000). Pada tahun 1941 di Amerika Serikat, Pokorny untuk pertama kalinya mensintesis 2,4-dichloroacetic acid (2,4-D) dan 2,4,5-trichloroacetic acid (2,4,5-T).
 2,4-D sebagai Senjata Perang Biologi
Pengembangan herbisida organik telah difasilitasi secara besar selama.Perang Dunia II karena potensi militernya sebagai senjata biologi (Peterson, 1967). Setelah perang, program Camp Detrick diperluas sampai meliputi berbagai tipe respon pertumbuhan di dalam tanaman. Sintesis dan pemilihan (screening) dilanjutkan dan pengembangan prosedur untuk menguji aktivitas herbisida ditingkatkan. Penelitian Camp Detrick didukung oleh kontrak dengan universitas dan penelitian diinisiasi pada absisik dan giberelin. Pengguguran daun dan uji pelayuan daun untuk tanaman berkayu dilakukan selama periode 1961 -1972 dibawah pengawasan C.E. Minarik yang mendorong penggunaan secara militer
 Pengembangan 2,4-D secara Komersial sebagai Herbisida
Ilmuwan di Amerika Serikat (Marth dan Mitchel, 1944; Zimmerman dan Hitchcock, 1942) dan ilmuwan Inggris (Blackman, 1945; Slade et al, 1945) melanjutkan pekerjaan penelitian terbatas dengan 2,4-D selama Perang Dunia II. Penelitian di Inggris difokuskan pada pengembangan MCPA, yaitu herbisida mirip 2,4-D. MCPA disenangi di Inggris karena ketersediaan kresol yang melimpah yang diekstrak dari batubara dan digunakan untuk membuat MCPA versus ketersediaan phenol yang melimpah dari kilang minyak di Amerika, yang digunakan untuk membuat 2,4-D.
Pada bulan Juni 1994, Mitchell dan Hamner dengan United States Department of Agriculture (USDA) Biro Industri Tanaman di Beltsville, Maryland telah membuat pengumuman publikasi yang pertama tentang penggunaan 2,4-D sebagai herbisida yang menghambat pertumbuhan gulma (Marth dan Mitchell, 1944). Hamner dan Tukey (1944) menyebabkan pertimbangan publik tertarik ketika mereka melaporkan pada tahun 1944 bahwa dalam 10 hari setelah semprot dengan 2,4-D gulma mati. Peneliti Inggris sudah bekerja dengan MCPA, 2,4-D, dan zat pengatur tumbuh lain selama awal tahun 1940 tetapi menunda publikasi hasil penelitiannya sampai setelah Perang Dunia II (Blackman, 1945; Slade et al.,1945).


Marth dan Mitchel (1944) menyemprotkan 2,4-D pada lapangan rumput yang ditumbuhi gulma dandelion pada Beltsville, Maryland dan mendapatkan pengendalian gulma daun lebar secara selektive dengan tanpa kerusakan terhadap lapangan rumputnya. Mitchell et al. (1944) kemudian melakukan penelitian tambahan pada lapangan golf dan melaporkan bahwa terdapat pengendalian gulma daun lebar secara selektif.
Singkatan populer 2,4-D pertama kali terlihat di dalam literatur tahun 1945 selama pertemuan tahunan kedua NCWCC (North Central Weed Control Conference) di St. Paul, Minnesota (Timmons, 1945). Data dari 30 cooperators dengan 140 penelitian yang dilaksanakan di Amerika Serikat dan 36 penelitian yang dilaksanakan di Canada telah dilaporkan.
Paten asli 2,4-D dan senyawa turunannya (US Patent Number 2,322,761) adalah sebagai zat pengatur tumbuh oleh John F. Lontz dan ditetapkan untuk E.I. du Pont de Nemours and Company tertanggal 29 Juni 1943 (Peterson, 1967). Franklin D. Jones dengan perusahaan Cat Kimia Amerika (ACPC) mencatat pada tanggal 20 Maret 1944 dan mendapatkan penggunaan paten 2,390,941 pada bulan Desember 1945 untuk 2,4-D sebagai herbisida. Pada bulan Juni 1945, ACPC memasarkan 2,4-D dengan nama dagang ”Weedone”, yang merupakan herbisida sistemik selektive pertama yang diproduksi dan terjual pada skala komersial.
Studi Toksisitas 2,4-D
Mitchell et al (1946) melaporkan bahwa perlakuan pada padang rumput dengan 2,4-D dengan duakali dosis normal tidak menyebabkan efek toksik pada domba dan sapi yang memakan rumput pakan tersebut, dan memberikan pakan pada sapi 5.5 gram 2,4-D murni per hari selama 3 bulan tidak menyebabkan efek terhadap sapi atau susunya. Kraus mengumumkan bahwa dia sudah memakan 0.5 gram 2,4-D per hari selama 3 minggu dan tidak ada pengaruhnya (Kephart, 1945).



Kecenderungan dalam Ilmu Gulma di abad ke- 21
1 . Peningkatan penggunaan Benih Padi dengan Sistem Tebar Langsung
Bangsa Asia mulai mengalami proses perubahan dalam sistem pertanaman karena semakin terbatasnya jumlah tenaga kerja untuk menyiangi gulma. Meningkatnya upah buruh telah menyebabkan perubahan sistem pertanaman dari transplanting menjadi sistem tanam langsung di beberapa negara di Asia Tenggara yang memiliki jumlah populasi penduduk sedikit dan upah buruh meningkat. Pergantian sistem ini berakibat buruk dan menyebabkan terjadinya masalah gulma.
Echinochloa spp. termasuk gulma tanaman padi dan tergolong ke dalam millenial weed pada tanaman padi yang tidak mempengaruhi sistem pertanaman di seluruh dunia. Gulma ini tidak selalu menjadi masalah. Tanaman padi yang banyak ditumbuhi oleh gulma akan menyebabkan lebih banyak masalah ketika dilakukan sistem tanam langsung dalam hubungannya dengan genetik, morfologi, dan kesamaan fenologi dengan padi lokal dan juga karakteristiknya yang mudah Echinochloa spp. termasuk gulma tanaman padi dan tergolong ke dalam millenial weed pada tanaman padi yang tidak mempengaruhi sistem pertanaman di seluruh dunia. Gulma ini tidak selalu menjadi masalah. Tanaman padi yang banyak ditumbuhi oleh gulma akan menyebabkan lebih banyak masalah ketika dilakukan sistem tanam langsung dalam hubungannya dengan genetik, morfologi, dan kesamaan fenologi dengan padi lokal dan juga karakteristiknya yang mudah
2. Meningkatnya Penggunaan Herbisida dan Kebutuhan akan Herbisida dengan Wacana Baru
Meskipun penyiangan secara manual adalah metode yang paling umum dikenal dalam usaha pengendalian gulma di kawasan ini, penggunaan herbisida tetap menjadi komponen penting dalam usaha pengendalian gulma. Penggunaan herbisida terus meningkat di beberapa negara di Asia. Hal tersebut disebabkan oleh adanya penggunaan varietas tanaman pangan yang berdaya hasil tinggi sehingga mendorong insentif secara ekonomi dengan cara mengurangi jumlah gulma yang ada dan tersedianya herbisida yang murah harganya. Penggunaan herbisida yang semakin meningkat pada tanaman padi sawah ternyata lebih murah 1-5 kalinya daripada ketika dilakukan penyiangan secara manual (di Illoilo-Filipina, Jawa Barat-Indonesia, dan Delta sungai Mekong-Vietnam).
3. Kebutuhan yang mendesak untuk Mengurangi Resiko dari Penggunaan Herbisida pada Ekosistem
Herbisida yang digunakan saat ini aman tidak berbahaya terhadap manusia dan hewan ternak, apabila pengunaannya tepat. Di sebagian kecil negara di kawasan Asia, penggunaan sulfonil urea yang dicampur dengan herbisida lain digunakan untuk mengatasi penyebaran yang luas dari gulma. Dosis sulfonil urea yang digunakan jauh lebih kecil dari kebanyakan herbisida tahunan lainnya, dan bahan aktif ini terus digunakan sebagai herbisida untuk membasmi gulma tanaman padi selama beberapa dekade ini. Bagaimanapun juga tetap ada tekanan untuk mengurangi resistensi gulma terhadap herbisida ini, karena terdapat efek residu yang memusnahkan tanaman lain, termasuk gulma Brasenia schreberi dan Sagittaria aginashi. Penggunaan sulfonil urea yang terus menerus akan menyebabkan terjadinya keragaman gulma. Lebih dari 600 000 juta dolar telah dihabiskan untuk memulihkan kondisi air yang tercemar oleh molinate dan thiobencarb di areal pertanaman padi di daerah California. Hal ini tentu saja mengejutkan masyarakat di Asia, karena sistem tanam padi berhubungan langsung dengan budidaya ikan. Selain itu air irigasi juga digunakan masyarakat untuk keperluan lain.

Selasa, 14 Desember 2010

ILMU HAMA DAN PENYAKIT TANAMAN


“Analisis Tingkat Preferensi
Keong-Mas (Pomacea Canaliculata L.)Pada Beberapa Tanaman”


Oleh :

NUR’AINUN
0810211023











PRODI AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2010



I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Hama, dapat dikatakan sebagai mahluk hidup (umumnya hewan seperti serangga, tikus, nematoda) yang menyebabkan kerusakan dan kerugian pada tanaman yang dibudidayakan. kehadiran hama tidak bisa dipisahkan dari dunia pertanian karena setiap ada tanaman pasti ada hama yang menyerang. Kehadiran hama ini tidak bisa dipandang remeh atau sebelah mata. Sudah cukup banyak kasus yang menunjukkan betapa hebatnya hama ini menghabiskan dan menghancurkan areal pertanian. Kenyataan tersebut membuat praktisi pertanian terus berupaya melakukan serangkaian penelitian dalam rangka menanggulangi serangan hama yang makin lama semakin mengganas. Namun seperti halnya antara pencuri dengan teknologi alat pengaman, dimana semakin canggih teknologi alat pengaman, semakin pintar pula seorang pencuri dalam mengatasi alat tersebut. Perumpamaan tersebut boleh jadi sama dengan team riset hama dan penyakit dengan hama itu sendiri dimana semakin maju teknologi pemberantasan hama, semakin banyak pula hama yang menyerang, seolah tidak ada habisnya(Arif Marwanto, 2010).
pengendalian hama ini harus kita pahami, karena bagaimanapun juga dia sudah menginvestasikan sejumlah uang agar modalnya bisa kembali dan kalau bisa mendatangkan keuntungan berlipat bagaimanapun caranya. Dan cara ini diyakini sebagai satu-satunya cara agar hasil panennya bisa selamat dan menghasilkan untuk menopang kehidupannya. Hal ini tentu saja sangat kontras dengan isu yang berkembang saat ini yang menuntut agar penggunaan pestisida kimia dalam pertanian dikurangi sesuai dengan asas pertanian yang berkelanjutan. Para ahli lingkungan hidup mengungkapkan bahwa penggunaan pestisida saat ini sudah sedemikian tinggi dan mengkhawatirkan. Apalagi didukung dengan ditemukannya tingkat residu pada sayuran/buah – buahan yang sudah disemprot pestisida. Tingginya tingkat residu pada makanan akan mempengaruhi kualitas hidup yang bukti yang kuat tersebut, perlu diupayakan agar pertanian yang dikembangkan sekarang ini sedapat mungkin menghindari penggunaan bahan kimia. Meskipun petani sendiri menyadari bahwa penggunaan bahan kimia terutama pestisida merusak lingkungan, namun tidak ada jalan lain lagi, lagipula budaya yang sudah melekat di masyarakat termasuk dalam hal tehnik budidaya sangat sulit dirubah begitu saja. Jalan keluar yang dapat dilakukan adalah dengan terus memberikan penyuluhan secara kontinyu dan sedapat mungkin penggunaan pestisida hanya diberikan pada saat-saat terjadi serangan hama saja. Dan diusahakan agar pengendalian lebih diarahkan pada cara mekanis dan biologis. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan menggunakan perangkap. Serangga adalah hama yang paling dominan menyerang tanaman. Tidak hanya sebagai hama saja melainkan juga sebagai media penular, baik untuk penyakit virus, nematoda, maupun jamur. Serangga paling banyak menyerang tanaman padi, palawija, hortikultura, buah-buahan mulai dari benih, bibit, bunga, daun, akar, batang dan buah. Oleh karenanya wajar bila banyak jenis Insektisida yang beredar di pasaran. Penggunaan perangkap merupakan alternatif pengendalian yang bisa dilakukan secara mekanis dan fisik. Dengan menggunakan perangkap, diharapkan bisa mengurangi populasi hama serangga yang merusak(Arif Marwanto, 2010).
Sebagai konsekuensi peningkatan jumlah penduduk, maka pemerintah akan tetap mempertahankan dan meningkatkan swasembada pangan, khususnya beras, yang meski telah dicapai sejak tahun 1984 namun sempat terganggu lagi pada beberapa tahun terakhir setelah krisis moneter pada tahun 1998. Di samping kendala budidaya yang lain gangguan hama pada tanaman padi tetap menjadi konstrain penting yang banyak menurunkan hasil dan bahkan menggagalkan panen di beberapa daerah sntra tanaman padi. Salah satu hama yang penyebarannya cukup luas dan banyak merusak pertanaman padi akhirakhir ini adalah hama siput-murbei atau keong-mas (Pomacea canaliculata L.), karena kerusakan yang ditimbulkannya dapat mencapai intensitas 13,2 – 96,5 %) (Pitojo, 1996).

keong ini berasal dari Amerika Selatan. Sementara Taiwan, Jepang dan Filipina memperkenalkannya sebagai bahan pakan alternatif untuk ternak di wilayah Asia. Kemudian sampailah ia di Indonesia, banyak pihak yang tertarik untuk membudidayakannya. Sebab banyak yang menduga keong jenis ini berpotensi sebagai sumber protein hewani ataupun sebagai pakan ternak. Banyak surat permohonan ijin membudidayakannya mengalir bagai air ke Kantor Dirjen Perikanan. Tetapi permohonan ijin tersebut, tidak pernah di keluarkan. Karena beberapa waktu sebelumnya, di Filipina, Keong Mas yang dibudidayakan di sana, akhirnya menjadi hama. Ada 4 jenis Keong yang masuk dalam Genus Pomacea sp. Masing-masing dapat dibedakan berdasarkan warna cangkang dan bentuk tubuh. Pertama adalah spesies Pomacea canaliculata, dinamakan begitu karena konde cangkangnya berkanal, cangkangnya kuning kehijauan bergaris hitam. Konde atau susunan rumahnya tinggi, lingkaran kondenya berkanal dalam, kelompok telurnya merah jambu seperti buah Murbei. Kedua, spesies Ampularius canaliculata, warna cangkangnya kuning kehijauan tetapi tanpa pola garis hitam. Konde dan kanalnya tidak dalam. Ketiga, spesies Ampularius insularum, mirip dengan canaliculata, kanalnya dalam dan bentuk kondenya rendah, tetapi warna cangkangnya keemasan. Ampularius sanaliculata dan Ampularius insularum mimiliki kelompok telur berwarna merah jambu atau merah muda. Terakhir, jenis Ampularius Insularus, warnanya kuning bersih keemasan. Kondenya tinggi dan tidak berkanal(Pusvyta, 2008)
Menurut A.Hamzah, keunikan dari Keong Mas ini sebenarnya dapat di jadikan petunjuk untuk mempelajari curah hujan. Jika Keong meletakkan telurnya agak rendah, maka curah hujan akan rendah, namun jika ia meletakkan telurnya agak tinggi, misalnya 40 cm di atas permukaan sawah, berarti curah hujan pun akan sangat tinggi. Hal itu menjadi langkah antisipasi Keong terhadap kondisi terendam dalam air. Hujan yang terus menerus, akan mengakibatkan Keong juga lama dalam proses bertelur. Sistem pengendalian lain yang di terapkan oleh petani di Simbang adalah dengan memperhatikan Pola Tanam. Sebaiknya padi di tanam pada saat kondisi persawahan macak-macak (berlumpur / debit air tidak tinggi), karena Keong Emas kecil tidak kuat bertahan hidup dalam kondisi seperti ini. Ia sendiri menemukan alternatif pemberantasan keong mas yaitu dengan memasukkan serbuk gergaji yang dari kayu Bayam ke dalam karung lalu di letakkan pada aliran air di sawah. Keong Mas akan berguguran karena getah dari kayu tersebut pedas. Pada musim kemarau, pengendalian hama keong mas ini dapat dilakukan dengan penaburan abu sekam di pinggir pematang, sebab menurut Darwis R (Penyuluh KIPP Maros), pengaplikasian abu sekam mengakibatkan Keong tidak bisa tertutup.

1.2 Tujuan
Adapun tujuan praktikum ini dilaksanakan adalah untuk mengetahui tanaman apa yang lebih disukai hama keong mas (Pomacea canaliculata SPP) terhadap perlakuan yang telah diberikan.







II. TINJAUAN PUSTAKA

A. KEONG MAS ( Pomacea SPP )
Keong mas (Pomacea canaliculata Lamarck) atau dikenal GAS (golden apple snail) sering dianggap biang kegagalan panen padi. Keong mas merupakan salah satu jenis moluska. Selain menjadi hama padi, keong mas sebenarnya juga memiliki potensi ekonomi cukup tinggi kalau bisa memanfaatkannya. Keong ini berasal dari rawa-rawa di Amerika Selatan seperti Brazil, Suriname, dan Guatemala. Pertama kali, keong mas didatangkan dari Taiwan sekitar tahun 1980-an. Tahun 1981, hewan ini diintroduksi ke Yogyakarta sebagai fauna akuarium. Sekitar tahun 1985-1987, hewan ini menyebar dengan sangat cepat dan populer di Indonesia. Mengenal dekat Moluska jenis ini hidup di perairan jernih, bersubstrat lumpur dengan tumbuhan air yang melimpah. Menyukai tempat-tempat yang aliran airnya lambat, drainase tidak baik dan tidak cepat kering. Keong mas dapat bertahan hidup sampai 6 bulan di dalam tanah yang mengalami kekeringan. Hewan ini dapat hidup pada air yang memiliki pH 5-8, serta toleransi suhu antara 18-28 derajat Celsius. Pada suhu lebih tinggi, keong mas makan lebih cepat, bergerak lebih cepat, dan tumbuh lebih cepat. Pada suhu yang lebih rendah, keong mas masuk ke dalam lumpur dan menjadi tidak aktif. Pada suhu di atas 32 derajat Celcius, hewan ini memiliki tingkat mortalitas yang tinggi. Keong ini termasuk hewan berjenis kelamin tunggal. Perkawinan keong mas dapat dilakukan sepanjang musim. Seekor keong mas mampu memproduksi sekitar 1.000-1.200 butir telur tiap bulan atau 200-300 butir tiap minggu. Stadium paling merusak ketika keong mas berukuran 10 mm (kira-kira sebesar biji jagung) sampai 40 mm (kira-kira sebesar bola pingpong). Di awal siklus hidupnya, induk keong meletakkan telur di tumbuhan, galengan dan barang lain seperti ranting dan air pada malam hari. Telur menetas setelah 7-14 hari.
(http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/2007/042007/19/cakrawala/lain01.htm)
Keong emas (Pomacea sp.; Ampullariidae) merupakan salah satu hama utama dalam produksi padi. Pada tahun 1989, Badan Pangan Dunia (FAO) menduga kehilangn panen akibat serangan hama ini berkisar antara 1-40% dari areal padi sawah di Filipina. Keong emas memiliki pertumbuhan dan perkembangannya sangat cepat, sehingga sulit dikendalikan dan termasuk polyphage herbivore (rakus). Jenis tanaman yang disukai adalah padi muda, kangkung, eceng gondok, teratai, ubi-ubian, talas-talasan, bahkan sisa makanan, dan bangkai (Maini dan Rejesus. 1992).
Di Indonesia, semula keong emas sengaja dikembang- biakkan untuk ekspor, namun karena tujuan ini tidak tercapai pembiakan keong emas menjadi tidak terkendali sehingga lolos ke persawahan. Di sawah keong emas berkembang pesat dan menjadi hama tanaman padi. Pada tahun 1987 diperkirakan 9.500 ha lahan diserang, kemudian pada tahun 1988 seluas 130.000 ha. Populasi sebesar 0,5 ekor/m2 dapat menurunkan jumlah rumpun padi sebesar 6,5%, sedangkan populasi 8 ekor/m2men u r un k an sampai 92,8% (Soenaryo, dkk., 1989).
Selain di Filipina, keong emas ditemukan juga di Taiwan (1982), Jepang (1983), Korea dan Cina (1985), Okinawa (1986), Serawak (1987), dan Thailand (1991) (Litsinger dan Estano, 1983). Di Indonesia keong emas dibudidayakan sejak 1987, hasil pemantauan pada tahun 1995, menunjukkan delapan propinsi sudah terkontaminasi hewan ini, yaitu Aceh, Sumut, Jambi, Lampung, Jakarta, Jawa Tengah, Yogyakarta, dan Jawa Timur (Soenaryo, dkk., 1989; Susanto, 1995).
Menurut Susanto (1995), keong mas muda yang baru menetas dari telur berukuran 1,7-2,2 mm langsung meninggalkan cangkang telur dan masuk ke dalam air. Dua hari kemudian, cangkang keong tersebut menjadi keras. Seekor keong mas mampu memproduksi sekitar 1.000-1.200 butir telur tiap bulan atau 200-300 butir tiap minggu. Stadium paling merusak ketika keong mas berukuran 10 mm (kira-kira sebesar biji jagung) sampai 40 mm (kira-kira sebesar bola pingpong). Di awal siklus hidupnya, induk keong meletakkan telur di tumbuhan, galengan dan barang lain seperti ranting dan air pada malam hari. Telur menetas setelah 7-14 hari. Menurut Susanto (1995), keong mas muda yang baru menetas dari telur berukuran 1,7-2,2 mm langsung meninggalkan cangkang telur dan masuk ke dalam air. Dua hari kemudian, cangkang keong tersebut menjadi keras. Keong mas muda berukuran 2-5 mm telah memakan alga dan bagian tanaman yang lunak. Pertumbuhan awal berlangsung selama 15-25 hari. Pada umur 26-59 hari, keong mas sangat rakus mengkonsumsi makanan, sedangkan setelah berumur 60 hari, keong mas siap untuk berkembang biak. Keong mas memerlukan sekitar 3-4 jam pada saat mengadakan perkawinan di daerah yang senantiasa mendapatkan air sepanjang tahun. Keong mas dewasa memiliki cangkang yang berdiameter sekitar 4 sentimeter dan berat 10-20 gram. Pertumbuhan cangkang dipengaruhi oleh ketersediaan kalsium sebagai bahan pembentuk cangkang. Selain itu, lingkungan yang kaya dengan zat-zat makanan akan membentuk cangkang yang lebih besar, tebal dan kuat. Hewan ini dapat hidup 2-6 tahun dengan fertilitas yang tinggi.
Dalam pengelolaan populasi keong mas di alam sedikitnya ada dua hal yang perlu diperhatikan, yaitu sebagai hama padi yang rakus, dan sebagai suatu potensi sumber protein, pakan ternak, ikan, kepiting, udang atau diolah menjadi makanan yang lezat dan berprotein tinggi yang bermanfaat sebagai sumber dana masyarakat. Sudarto (1991) berpendapat bahwa keong mas mempunyai kandungan protein yang tinggi sehingga tidak heran jika di Filipina binatang ini dikembangkan sebagai konsumsi untuk manusia dan ternak.
Dharitri (1995), proporsi daging keong mas hanya sekitar 18 persen dari total berat keong mas hidup. Daging keong mas yang mempunyai kadar protein sekitar 54 persen (bobot kering) dapat diberikan langsung kepada ikan atau dapat diolah terlebih dahulu menjadi konsentrat sebagaimana pengolahan produk tepung ikan. Dalam percobaannya terhadap udang (Penaeus monodon), Bombeo-Turuban (1995) membandingkan asam amino esensial daging udang dengan asam amino daging keong mas yang mempunyai essential amino acid index (EAAI) sekitar 0,84. Efisiensi pakan pada budidaya perikanan tergantung dari kesamaan profil asam amino pakan dengan ikan yang diberi pakan tersebut.
Untuk keperluan sumber pakan ternak, pakan ikan, bahan makanan, obat-obatan dan untuk kegiatan ekonomi lainnya, pengadaan keong mas dalam jumlah besar dan kontinu sangat mungkin dilakukan, karena hampir semua persyaratan biologis untuk menjadikannya sebagai hewan peliharaan telah terpenuhi. Keong mas dapat hidup di berbagai perairan umum, mempunyai pertumbuhan pesat, reproduksi cepat dan pemeliharaannya relatif mudah termasuk di kolam budidaya.\
(http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/2007/042007/19/cakrawala/lain01.htm).
Dimusim hujan saat ini banyak sekali kita jumpai keong mas didaerah persawahan, disatu sisi keong mas dianggap sebagai hama tanaman, tapi disisi lain keong sangat bermanfaat sebagai sumber nutrisi alternatif bagi ternak itik kita. Pada pengembangan ternak itik, keong mas (setelah dicincang) merupakan makanan campuran sebagai sumber protein yang murah. Selain mengandung banyak protein, keong mas juga kaya akan kalsium. Keong mas dapat juga dijadikan tepung, setelah direbus, dikeringkan dan digiling terlebih dahulu, kemudian dicampur dengan dedak padi dan menir dengan perbandingan masing-masing 3,4 persen, 73,3 persen, dan 23,3 persen (Bagus, 1999). Penggunaan keong mas sebagai makanan itik sebagai sumber protein hewani telah dilakukan sejak tahun 1985 (Kompiang dkk., 1985). Akhir-akhir ini banyak wilayah padi dan wilayah ternak itik seperti halnya di daerah Banten, Jawa Tengah, Riau, dan beberapa daerah di Sulawesi dan Kalimantan telah memanfaatkan keong mas ini sebagai sumber pakan itik. Di Sumatra Selatan, pemberian ramuan keong mas 10% memberikan pertumbuhan yang baik bagi itik pada periode layer (bertelur). Di Pasaman, penggunaan keong mas untuk pakan itik mampu menaikkan hasil telurnya mencapai 80 persen. Pemberikan tepung keong mas pada peternakan ayam broiler juga telah dilakukan oleh Widyatmoko (1996). Tepung tubuh dan cangkang keong mas memberikan nilai pertumbuhan yang cukup baik bagi peternakan ayam. Hal yang cukup mengejutkan bahwa penggunaan tepung yang berasal dari cangkang keong mas juga memberikan nilai pertumbuhan yang bagus. Selain dalam bentuk tepung, silase daging keong mas juga telah terbukti menjadi sumber pakan ternak bagi ruminansia dan ayam buras (BP2TP Sumatra Utara, 2006). Pakan yang berbasis protein keong mas pernah diujicobakan pada peternakan burung puyuh (Coturnix coturnix) dan memberikan pertumbuhan yang baik.
Keong mas sebagai sumber pakan ikan dan organisma perairan lainnya saat ini sudah mulai banyak dilakukan oleh berbagai kalangan para pembudi daya. Pada pemeliharaan ikan patin (Pangasius sp.) tepung keong mas sejak tahun 1999 telah diujicobakan. Pada penggantian kandungan tepung ikan menjadi tepung keong mas sebanyak 25-75 persen memberikan pengaruh yang cukup baik terhadap laju pertumbuhan harian individu, efisiensi pakan, retensi protein dan retensi lemak (Sholikhati, 1999). Keong mas yang dipotong-potong kemudian ditaburkan pada kolam ikan patin juga telah dilakukan oleh para petani di Kabupaten Bengkalis. Pemeliharaan ikan patin (Pangasius sp.) di Bengkalis, dengan pakan keong mas memberikan hasil yang cukup baik bagi pertumbuhan ikan tersebut. Pada budi daya ikan nila (Orochromis niloticus), komposisi 50% tepung ikan dan 50% telung keong mas memberikan pertumbuhan yang cukup baik, dengan nilai konversi pakan yang rendah (Abdullah,2000). Di Medan, pakan ikan mas dibuat ransumnya dari keong mas. Dalam pembuatan pakan ikan mas, dapat diperoleh sekitar 170 kg tepung keong mas/minggu.Pada pemeliharaan ikan gabus (Chana striata) yang diberi pakan keong mas memberikan pertumbuhan yang cukup baik. Selain itu, pakan yang dibuat dari keong mas juga telah dilakukan pada pemeliharaan ikan sidat (Anguilla sp.). Penggunaan keong mas untuk pakan Krustase telah dibuktikan pada udang dan kepiting. Pada budi daya udang windu, penggunaan pakan keong mas sudah dilakukan dalam uji coba oleh Bombeo-Tuburan dkk. pada tahun 1995. Pada pematangan gonad kepiting bakau (Scylla spp.) di Pantai Mayangan (Subang) dapat diketahui bahwa pemberian pakan berupa keong mas dapat mempersiangkat sampai 1/3 kali masa pemeliharaan dibandingkan dengan pemberian pakan yang berasal dari ikan. Penggunaan keong mas untuk pakan lobster air tawar telah diujicobakan di suatu universitas di Yogyakarta dan juga telah dilakukan oleh beberapa petani yang membudi daya lobster.
KEONG MAS BUAT PAKAN UDANGPALAS (Lampost): Keong mas yang selama ini merupakan hama tanaman dan musuh petani padi, kini justru menjadi sumber penghasilan. Sebab, hama ini laku dijual Rp700--Rp1.000/kilogram."Sejak sebulan terakhir ini harga keong mas terus naik dan karena itu, kami tertarik menangkapnya karena penampungnya jelas dan dibeli kontan," kata Sarudin, petani padi yang menyambi mencari keong mas, Selasa (17-5), saat ditemui Lampung Post di Desa Siring 20, Palas. Menurut Sarudin, keong mas dibeli pemilik tambak udang windu di kawasan Pematang Pasir, Ketapang, petambak di areal Pasirsakti, Labuhan Maringgai, dan petambak udang windu di Desa Bunut, Sragi. Selanjutnya, keong mas yang dibeli dari petani padi itu dijadikan pakan ikan dan ternak. Caranya dengan direbus lalu diberikan pada udang atau ternak itik. "Pembeli keoang mas banyak, setiap sore kami tinggal timbang dan dibayar kontan. Ini menjadi penghasilan tambahan. Sekarang baik orangtua maupun anak-anak beramai-ramai mencari keong mas untuk dijual," katanya. Menurut Sarudin, seharinya dia bersama anak-anaknya mampu mendapatkan 50--100 kg keong mas. "Kami mencarinya hanya sambilan saja, setelah bekerja dari sawah baru mencari keong mas, ya sekalian membasmi hama juga dapat uang," ujarnya.
Sementara itu, turun hujan selama beberapa hari terakhir di Kecamatan Palas dan sekitarnya, juga memberikan kesuburan bagi tanaman petani dan hal ini juga memicu berkembang biaknya keong mas. Sebelumnya, petani padi di sekitar Lampung Selatan amat merisaukan keberadaan hama yang menyantap tanaman petani. Apalagi keong mas ini memiliki perkembangbiakan yang sangat pesat dan telurnya bertahan dalam cuaca panas.
Namun, dengan adanya pemanfaatkan keong mas menjadi pakan udang dan ternak itik ini, petani makin bergairah mengumpulkan keong mas yang juga pengganggu tanaman tersebut (http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/2007/042007/19/cakrawala/lain01.htm).
Keong mas atau siput murbai (Pomacea canaliculata Lamarck) merupakan hewan lunak yang lebih dikenal sebagai hama tanaman padi dibanding sebagai bahan pangan yang berprotein tinggi. Siklus hidup yang pendek, keperidian tinggi dan toleransi yang luas terhadap lingkungan membuat hewan ini mampu bereproduksi dengan cepat dan kosmopolit. Aksi keong mas sering kali mengakibatkan petani rugi terkait dengan pengerusakan tanaman yang dilakukannya. Akhirnya sebagian besar petani menggunakan moluskisida yang merusak lingkungan untuk membasmi keong mas. Padahal selain mahal dan merusak lingkungan moluskisida tidak efektif pada pemakaian jangka panjang. Selain secara kimiawi petani pada khususnya telah menerapkan pemberantasan secara biologis dengan memanfaatkan keong-keong dewasa sebagai pakan ternak maupun konsumsi manusia. Pada kenyataannya langkah biologis ini kurang efektif, terbukti dengan riuhnya pemberitaan tentang kerusakan-kerusakan komoditas pertanian akibat serangan siput murbei. Rendahnya apresiasi masyarakat diduga sebagai penyebab kurang efektifnya pemberantasan keong mas cara lama. Hal ini karena nilai jual keong mas yang rendah dan hasil olahan keong mas yang menjijikan (www.hupelita.com).
Keong mas, juga dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak, ikan, udang, sumber makanan berprotein tinggi bagi masyarakat, obat-obatan dan pengontrol inang perantara parasit trematoda yang menyebabkan gatal-gatal. Penggunaan keong mas untuk pakan itik terbukti mampu menaikkan hasil telur hingga 80 persen. Pemberian pakan sekitar 4,5 persen tepung keong mas pada peternakan sapi potong juga memberikan - hasil pertumbuhan yang cukup baik dan tingkat keuntungan paling tinggi dibandingkan pemberian pakan lain (www.hupelita.com).
Kandungan Nutrisi Keong Mas per 100 gram NO Kandungan Banyaknya
1. Enersi makanan 83 kalori
2. Protein 12,2 g
3. Lemak 0,4 g
4. Karbohidrat 6,6 g
5. Abu 3,2 g
6. Fosfor 61 mg
7. Kalium 40 mg
8. Natrium 17 mg
9. Ribovlavin 12 mg
10. Naicin 1,8 mg
Sumber: (www. applesnail .net )
Besarnya prosentase jumlah telur yang menetas pada kontrol disebabkan telur berada dalam kondisi optimal, yaitu berada pada suhu yang cocok dan lingkungan yang lembab serta tidak mendapat gangguan dari luar. Pada penelitian ini suhu ruang 25-27oC. Telur siput akan dapat menetas bila berada dalam lingkungan yang teduh, lembab dan sejuk. Pada keadaan demikian telur berada dalam keadaan lembab sehingga kemungkinan untuk menetas lebih tinggi, namun tidak semua telur menetas, pada umumnya jumlah telur yang menetas rata-rata mencapai 60-67% (Hatimah dan Ismail, 1989).
Menurut Halimah dan Ismail (1989) keong emas kawin pada malam hari selama 7-8 jam dan 24-48 jam setelah kawin dapat bertelur. Terhambatnya peneluran diduga juga disebabkan keong emas tidak mendapat makanan yang cukup.
Terakhir hama ini dilaporkan mengancam gagal panen ribuan hektar padi di kabupaten Indramayu (Republika, tanggal 23 Mei 2007). Karena hama siput ini dapat dimakan, terutama untuk campuran pakan ternak bebek (Santos, 1987; Diratmaja 2001) maka pengendaliannya pun banyak dilakukan dengan cara dipungut begitu saja, meski cara ini cukup menyulitkan karena hama ini dapat memenuhi seluruh areal persawahan sampai ke pematang dan selokan air di luar persawahan. Selain itu hama ini pun mampu bertelur 300 – 500 butir dengan tingkat natalitas rata-rata 80% (Pitojo, 1996). Dalam upaya mengurangi dampak negative pengendalian hama menggunakan bahan kimia (pestisida), maka akhir-akhir ini sangat dianjurkan upaya-upaya budidaya tanaman secara organic (Organic Farming), meminimasi pemberian pupukpupuk anorganik, serta pengendalian hama bukan dengan pestisida anorganik-sintetik. Cara ini dinilai lebih arif dan bijaksana dalam menopang upaya pelestarian produktivitas dan konservasi lahan pertanian yang dicanangkan dalam “Gerakan
Pertanian Selaras Alam” (Anonim, 2001). Teknik perangkap dan teknik jebakan dalam pengendalian hama keong mas diprediksi memiliki tingkat efektivitas dan efisiensi tinggi sebagai teknik alternatif pengendalian hama.

B. Budi Setiawati
128 Jurnal Ilmu-ilmu Pertanian. Volume 2, Nomor 2, Desember 2006
Padi merupakan salah satu bahan makanan yang mengandung gizi dan penguat yang cukup bagi tubuh manusia sebab di dalamnya terkandung bahan-bahan yang mudah diubah menjadi energi. Oleh karena itu padi disebut makanan berenergi. Disamping itu jumlah penduduk yang makin meningkat serta penyusutan lahan yang makin tahun meningkat sehingga kebutuhan bahan makanan yang berupa beras meningkat pula sehingga pemerintah berupaya meningkatkan produksi padi melalui perluasan areal tanam dilaksanakan di luar Jawa dan peningkatan produktivitas padi. Dalam rangka peningkatan produktivitas tanaman padi salah satu faktor penghambatnya adanya organisme Pengganggu Tanaman (OPT) yang menyerang tanaman padi. OPTutama pada padi antara lain tikus, penggerek batang, WBC, Tungro, BLB, dan keong mas. Di wilayah DIY keberadaan hama keong mas belum mengkuatirkan tetapi bila hama tersebut tidak dikendalikan secara baik dan benar maka akan berpotensi menjadi hama utama, seperti tejadi di wilayah yang lain yang hampir tiap tahun terjadi permasalahan hama keong mas. Hama dari golongan moluska sangat berpotensial menjadi hama utama karena berkembang biak dengan cepat dan menyerang tanaman yang masih muda.
Keong mas (Lamarck) ( ) ada juga yang menyebut siput murbei merupakan salah satu jenis keong air tawar yang berasal dari Benua Amerika, tidak jelas mulai kapan masuk ke wilayah Indonesia. Keong mas secara bebas di pasaran pada tahun 1981 diYogyakarta telah dijualbelikan sebagai ikan hias karena bentuk dan warnanya yang menarik. Adanya banyak keong mas yang dijualbelikan pada masyarakat maka penyebaran keong mas makin meluas karena perkembangan biaknya sangat cepat. Disamping itu banyak keong mas yang
dibudidayakan di kolam-kolam sehingga banyak yang lari ke persawahan. Keong mas Pomaceae canaliculata Gastropoda; Ampullaridae

selain warnanya sangat menarik, nilai gizinya cukup tinggi yang tiap 100 gram mengandung kalori sebanyak 64 kkal, protein sebanyak 12 gram, karbohidrat sebanyak 2 gram, lemak sebanyak 1 gram, dan sejumlah mineral seperti besi, fosfor dan kalsium. Pada saat itu lemahnya pengawasan terhadap keberadaan keong mas di Indonesia, diperparah sering terjadinya bencana banjir yang mempercepat terjadinya penyebaran keong mas yang sangat cepat. Potensi keong mas dapat menyebabkan kerusakan tanaman berkisar 10 - 40%, daerah
penyebaran di wilayah Indonesia antara lain Jawa, Sumatra, Kalimantan, NTB dan Bali. Sedangkan di wilayah D.I. Yogyakarta daerah penyebarannya di Sleman, Bantul, Kota Yogyakarta dan Kulonprogo. Luas serangan yang terjadi di wilayah D.I. Yogyakarta masih sangat rendah tetapi jangka waktu ke depan perlu diwaspadai keberadaan hama keong mas karena perkembangan dan pertumbuhan yang sangat cepat. Keong mas sangat menyukai lingkungan yang jernih, mempunyai suhu air antara 10 - 35 C, dengan demikian sangat cocok untuk daerah pegunungan sampai pantai. Dengan demikian mudah ditemukan di daerah sawah, waduk, situ, rawa dan genangan air. Keong mas bersifat herbivor yang pemakan segala dan sangat rakus, tanaman yang disukai tanaman yang masih muda dan lunak seperti bibit padi, tanaman sayuran, dan enceng gondok. Apabila habitatnya dalam keadaan kekurangan air maka keong mas akan membenamkan diri pada lumpur yang dalam, hal ini dapat bertahan selama 6 bulan. Bila habitatnya sudah ada airnya maka keong mas akan muncul kembali pada saat pengolahan lahan. Keong mas mempunyai jenis kelamin yaitu jantan dan betina, tidak seperti jenis siput yang lain. Keong mas siap melakukan kopulasi pada saat kondisi air terpenuhi pada areal persawahan. Keong mas dewasa meletakkan telur pada tempat-tempat yang tidak tergenang air (tempat yang kering) dan melakukan bertelur pada malam hari pada rumpun tanaman, tonggak, saluran pengairan bagian atas dan rumput-rumputan. Telur keong mas diletakkan secara berkelompok berwarna merah jambu seperti buah murbei sehingga disebut juga keong murbei. Keong mas selama hidupnya mampu menghasilkan telur sebanyak 15 - 20 kelompok, yang tiap kelompok berjumlah kurang lebih 500 butir, dengan persentase penetasan lebih dari 85%. Waktu yang dibutuhkan pada fase telur yaitu 1 - 2 minggu, pada pertumbuhan awal membutuhkan waktu 2 - 4 minggu lalu menjadi siap kawin pada umur 2 bulan. Keong mas dewasa berwarna kuning kemasan. Dalam satu kali siklus hidupnya memerlukan waktu antara 2 - 2,5 bulan. Keong mas dapat mencapai umur kurang lebih 3 tahun. Cara menyerang keong mas pada tanaman padi yaitu tanaman padi yang baru ditanam sampai 15 hari setelah tanam mudah dirusak keong mas, untuk padi tanam benih langsung (tabela) ketika 4 sampai 30 hari setelah tebar. Keong mas melahap pangkal bibit.

Siklus Hidup Keong Mas dari Telur sampai Siap Bertelur.
Tempat keong mas hidup biasanya di kolam, rawa, sawah irigasi, saluran air dan areal yang selalu tergenang. Keong mas mengubur diri dalam tanah yang lembab selama musim kemarau. Keong mas bisa berdiapause selama 6 bulan, kemudian aktif kembali jika tanah diairi. Keong bisa bertahan hidup pada lingkungan yang ganas seperti air yang terpolusi atau kurang kandungan oksigen. Keong mas memakan beragam tumbuhan seperti ganggang, azola, rumput bebek, eceng gondok, bibit padi dan tumbuhan berdaun sukulen lainnya. Memilih bagian yang lunak dari tanaman muda, sebab siput murbai makan dengan cara mengerok permukaan tanaman dengan lidahnya yang kasar juga memakan bahan organik yang sedang berdekomposisi

B. DAUN PEPAYA
Pepaya merupakan tanaman buah berupa herba dari famili Caricaceae yang berasal dari Amerika Tengah dan Hindia Barat bahkan kawasan sekitar Mexsiko dan Coasta Rica. Tanaman pepaya banyak ditanam orang, baik di daeah tropis maupun sub tropis. di daerah-daerah basah dan kering atau di daerah-daerah dataran dan pegunungan (sampai 1000 m dpl). Buah pepaya merupakan buah meja bermutu dan bergizi yang tinggi. Daunnya sebagai obat penyembuh penyakit malaria, kejang perut dan sakit panas. Bahkan daun mudanya enak dilalap dan untuk menambah nafsu makan, serta dapat menyembuhkan penyakit beri-beri dan untuk menyusun ransum ayam.

Klasifikasi ilmiah
Spesies: C. papaya
Kerajaan: Plantae

(tidak termasuk) Eudicots

(tidak termasuk) Rosids

Ordo: Brassicales

Famili: Caricaceae

Genus: Carica




SYARAT TUMBUH
Iklim
1) Angin diperlukan untukpenyerbukan bunga. Angin yang tidakterlalu kencang
sangat cocok bagi pertumbuhan tanaman.
2) Tanaman pepaya tumbuh subur pada daerah yang memilki curah hujan 1000-
2000 mm/tahun.

3) Suhu udara optimum 22-26 derajat C.
4) Kelembaban udara sekitar 40%.
Media Tanam
1) Tanah yang baik untuk tanaman pepaya adalah tanah ynag subur dan banyak
mengandung humus. Tanah itu harus banyak menahan air dan gembur.
2) Derajat keasaman tanah ( pH tanah) yang ideal adalah netral dengan pH 6-7.
3) Kandungan air dalam tanah merupakan syarat penting dalam kehidupan tanaman
ini. Air menggenang dapat mengundang penyakit jamur perusak akar hingga
tanaman layu (mati). Apabila kekeringan air, nama tamanan akan kurus, daun,
bunga dan buah rontok. Tinggi air yang ideal tidak lebih dalam daripada 50–150
cm dari permukaan tanah.
Ketinggian Tempat
Pepaya dapat ditanam di dataran rendah sampai ketinggian 700 m–1000 m dpl.

C. KANGKUNG
Ipomoea aquatica
Klasifikasi ilmiah
Kerajaan: Plantae
Divisi: Magnoliophyta
Kelas: Magnoliopsida
Ordo: Solanales
Famili: Convolvulaceae
Genus: Ipomoea
Spesies: I. aquatica
Nama binomial
Ipomoea aquatica
Forssk.
Kangkung (Ipomoea aquatica Forsk.), juga dikenal sebagai Ipomoea reptans Poir1. merupakan sejenis tumbuhan yang termasuk jenis sayur-sayuran dan di tanam sebagai makanan. Kangkung banyak dijual di pasar-pasar. Kangkung banyak terdapat di kawasan Asia dan merupakan tumbuhan yang dapat dijumpai hampir di mana-mana terutama di kawasan berair.
Ada dua jenis penanaman diusahakan: kering dan basah. Dalam keduanya, sejumlah besar bahan organik (kompos) dan air diperlukan agar tanaman ini dapat tumbuh dengan subur. Dalam penanaman kering, kangkung ditanam pada jarak 5 inci pada batas dan ditunjang dengan kayu sangga. Kangkung dapat ditanam dari biji benih atau keratan akar. Ia sering ditanam pada semaian sebelum dipindahkan di kebun. Daun kangkung dapat dipanen setelah 6 minggu ia ditanam.
Ada dua bentuk kangkung. Kangkung mempunyai daun yang licin dan berbentuk mata panah, sepanjang 5-6 inci. Tumbuhan ini memiliki batang yang menjalar dengan daun berselang dan batang yang menegak pada pangkal daun. Tumbuhan ini bewarna hijau pucat dan menghasilkan bunga bewarna putih, yang menghasilkan kantung yang mengandung empat biji benih. Terdapat juga jenis daun lebar dan daun tirus.
Hampir keseluruhan tanaman muda dapat dimakan. Karena kangkung tua berserat kasar, pucuk yang muda lebih digemari. Ia dapat dimakan mentah atau dimasak seperti bayam. Kangkung sering juga digoreng sebagai cah. Pelecing kangkung merupakan menu yang terkenal dari daerah Lombok.
(ms) http://agrolink.moa.my/doa/bdc/vege/ka_tek_bm.html
Kategori: Solanales | Tumbuhan | Sayuran | Pertanian | Budidaya

D. BAYAM DURI
Famili : Amaranthaceae
Bayam duri, acap dianggap sebelah mata. Di bandingkan bayam sayur biasa, meski rasanya sama, tumbuhan ini jarang disentuh. Padahal, banyak yang tidak menyadari, selain enak, tumbuhan ini penuh khasiat, menyembuhkan disentri, bisul, sampai keputihan.
Bayam duri berasal dari suku Amaranthus. Masyarakat mengenalnya dengan bermacam nama. Di Lampung, bayam duri lebih dikenal dengan nama bayam kerui. Adapula yang mengenalnya senggang cucuk (Sunda), bayam eri, bayam raja, bayam roda, bayam cikron (Jawa), Ternyak duri, ternyak lakek (Madura).
Di Bali, namanya Bayam Kikihan, Bayam siap, atau Kerug Pasih. Sedangkan di Minahasa bernama Kedawa Mawaw, karawa rap-rap, karawa in asu, korawa kawayo. Di Makasar namanya Sinau katinting, di Bugis bernama Podo Maduri. Tapi di Halmahera Utara bayam duri lebih dikenal dengan nama Maijanga atau ma hohoru, di Ternate namanya Baya, sedangkan di Loda bernama Loda. Sebagaimana tertulis dalam buku Atlas Tumbuhan Obat Indonesia Jilid 1, karya dr Setiawan Dalimartha, Trubus Agriwidya, Jakarta, 1999, tersebut bahwa dengan memanfaatkan akarnya, banyak khasiat yang bisa diambil. Misalnya untuk pengobatan bisul yang keras, wasir (hemoroid), ekzema, gusi bengkak berdarah, malancarkan pengeluaran ASI ( laktagoga ), demam, kutil, luka bakr dan di gigit ular berbisa. Seluruh tumbuhan direbus, airnya selagi hangat di gunakan untuk merendam kaki yang pegal linu, dan reumatik.
Asing : Prickly Amaranth, Le Xian Cai (Cina)
Sifat Kimiawi : Kaya kandungan kimia antara lain amarantin, rutin, kalium nitrat, piridoksin, garam-garam fosfat, besi, Vitamin A, C dan K.
Efek Farmakologis : Tanaman ini mempunyai sifat masuk meridien jantung dan ginjal. Menghilangkan panas (anti piretik), peluruh kemih (diuretik), menghilangkan racun (anti-toksin) menghilangkan bengkak, menghentikan diare dan membersihkan darah. Tanaman ini juga bersifat : Rasa manis, pahit dan sejuk.
Cara budidaya : Dengan cara Stek ataupun biji.
(Last edited by comojime; 13-08-2008 at 07:51 PM..
http://www.kaskus.us/showthread.php?t=873123)















III. BAHAN DAN METODE

3. 1 Waktu dan Tempat

Praktikum ini dilaksanakan pada tanggal 22 Oktober 2010 sampai dengan tanggal 29 Oktober 2010 setiap harinya.Tempat pelaksanaan praktikum ini di Laboratorium Jurusan Hama dan Penyakit Tanaman, Fakultas Pertanian Universitas Andalas, Padang.

3.2 Bahan dan Alat
Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah larva keong mas (Pomacea SP) sebanyak 60 ekor, lumpur, daun pepaya, bayam duri, dan kangkung. Alat-alat yang digunakan adalah ember plastik persegi empat sebanyak 3 buah, , timbangan, plastik penutup, tissue, slotipe serta alat-alat tulis.

3.3 Metode
Dalam praktikum ini metode yang telah digunakan adalah dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 3 perlakuan 3 ulangan, sebagai berikut :
a) Perlakuan kangkung = 100 gram
b) Perlakuan bayam duri = 100 gram
c) Perlakuan daun pepaya = 100 gram

3.4 Pelaksanaan
Pelaksanaan dilakukan dengan cara sebagai berikut :
1. Siapkan ember plastik berbentuk persegi empat sebanyak 3 buah.
2. Masukkan lumpur sebanyak 1/8 ember + air
3. Sebelum perlakuan dimasukkan ke dalam ember tersebut, terlebih dahulu setiap perlakuan yang merupakan daun pepaya, bayam duri, serta kangkung, harus ditimbang terlebih dahulu sebanyak 100gr, selanjutnya dipotong-potong jangan terlalu halus agar tidak sulit dalam penimbangan sisa makanan dari keong tersebut.
4. Setelah perlakuan di timbang, masukkan perlakuan kedalam ember dengan sisi letak yang merata disudut-sudut ember.
5. Masukkan 20 ekor keong/ember letakkan ditengah-tengah
6. Tutup dengan plastik dan jangan lupa memberi lubang udara.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
a. Berat sisa tanaman
Analisis sidik ragam terhadap berat sisa tanaman oleh keong mas memperlihatkan hasil yang berbeda sangat nyata(lampiran 2). Setelah dilakukan uji lanjutan dengan DNMRT pada taraf nyata 5 % didapatkan hasil seperti pada tabel dibawah ini :
Perlakuan Berat sisa makanan (gr)
DP (Daun Pepaya) 63,98 a
BD (Bayam Duri) 74,47 b
K (kangkung) 70,33 c

Tabel 1. Rata-Rata Banyak Sisa Makanan Keong Mas pada Masing-Masing Plot Perlakuan.






Pada tabel 1. Dengan cara menghitung rata-rata banyak sisa makanan dapat diketahui bahwa makanan yang paling banyak dimakan oleh keong mas adalah perlakuan DP (Daun Pepaya), diikuti oleh K (Kangkung), dan BD (Bayam Duri). Perlakuan Dp, BD, dan K berbeda sangat nyata. Untuk mengetahui berat sisa makanan dapat dilihat di grafik 1.


Dari grafik tersebut terlihat bahwa keong mas menyukai daun pepaya sebagai pakannya, sehingga sisanya hanya 63,90, dan jenis makanan yang disukai selanjutnya adalah bayam duri sebanyak 70,32 dan diikuti oleh kangkung sebanyak 74,52.






b. Populasi Keong Mas Pada Masing-Masing Plot
Analisis sidik ragam terhadap populasi keong mas memperlihatkan hasil yang berbeda sangat nyata(lampiran 3). Setelah dilakukan uji lanjutan dengan DNMRT pada taraf nyata 5 % didapatkan hasil seperti pada tabel berikut :
Perlakuan Jumlah populasi keong mas (ekor)
DP (Daun Pepaya) 11,7 a
BD (Bayam Duri) 3,16 b
K (kangkung) 4,66 c

Tabel 2 Rata-Rata Populasi Keong Mas Pada Masing-masing Plot Perlakuan.
Angka-angka pada lajur yang diikuti oleh huruf kecil menunjukkan berbeda sangat nyata menurut uji DNMRT pada taraf 5%.

Pada tabel 2 dapat diketahui rata-rata populasi keong terbanyak terdapat pada perlakuan DP ( Daun Pepaya), diikuti dengan perlakuan K(Kangkung) dan perlakuan BD(Bayam Berduri), sehingga dapat dikatakan ke 3 perlakuan berbeda sangat nyata. Untuk mengetahui rata-rata populasi keong mas dapat dilihat pada grafik 2


Dari grafik itu terlihat tersebut terlihat bahwa rata-rata populasi keong terbanyak terdapat pada perlakuan DP (Daun Pepaya) yaitu sebanyak 11,7, kemudian diikuti oleh perlakuan K (Kangkung) sebanyak 4,6 dan perlakuan BD(Bayam Duri) sebanyak 3,16.

4.2 PEMBAHASAN
Dari hasil pengamatan berat sisa makanan yang dimakan oleh keong mas dapat diketahui keong mas menyukai daun pepaya karena Keong emas (Pomacea sp.; Ampullariidae) merupakan salah satu hama utama dalam produksi padi. Pada tahun 1989, Badan Pangan Dunia (FAO) menduga kehilangn panen akibat serangan hama ini berkisar antara 1-40% dari areal padi sawah di Filipina. Keong emas memiliki pertumbuhan dan perkembangannya sangat cepat, sehingga sulit dikendalikan dan termasuk polyphage herbivore (rakus). Jenis tanaman yang disukai adalah padi muda,daun pepaya kangkung, eceng gondok, teratai, ubi-ubian, talas-talasan, bahkan sisa makanan, dan bangkai (Maini dan Rejesus. 1992).
Pemberian umpan perangkap serta dikombinasikan dengan pemungutan secara berkala baik diareal sawah maupun pada umpan perangkap merupakan salah satu cara yang juga dapat menekan populasi tanaman hama tersebut. Apalgi pemberian umpan perangkap yang dikombinasikan pula dengan pemasangan perangkap telur sangat besar pengaruhnya terhadap penekanan populasi hama keong mas. Umpan perangkap keong mas dapat digunakan daun, batang dan tangakai pepaya, daun kuda-kuda (on geureundong pague), dll. Makanan itu diletakkan secara berjejer( Silman hamidy,dkk, 2008). Yang selanjutnya diikuti tanaman kangkung yang memiliki kandungan gizi cukup tinggi. Selain vitamin A, B1, dan C, juga mengandung protein, kalsium, fosfor, besi, karoten, hentriakontan, sitosterol. Karena pada umumnaya keong mas menyukai tumbuhan air seperti kangkung, teratai, kupu-kupu, hidrilla, eceng gondok, dan tumbuhan tumbuahan darat yang berdaun lunak, seperti sawi, daun ubi kayu, dan daun pepaya ( Silvia, Muktar Ahmad dan nuraini, 1982).
Pada hari pertama pengamatan ditemukan telur keong mas pada ember perlakuan nomor satu. Dan diikuti dengan kematian seekor keong mas, pada hari berikutnya juga ditemukan telur keong mas, kehilangan serta kematian keong mas. Menurut Susanto (1995), keong mas muda yang baru menetas dari telur berukuran 1,7-2,2 mm langsung meninggalkan cangkang telur dan masuk ke dalam air. Dua hari kemudian, cangkang keong tersebut menjadi keras. Seekor keong mas mampu memproduksi sekitar 1.000-1.200 butir telur tiap bulan atau 200-300 butir tiap minggu. Stadium paling merusak ketika keong mas berukuran 10 mm (kira-kira sebesar biji jagung) sampai 40 mm (kira-kira sebesar bola pingpong). Di awal siklus hidupnya, induk keong meletakkan telur di tumbuhan, galengan dan barang lain seperti ranting dan air pada malam hari. Telur menetas setelah 7-14 hari. Menurut Susanto (1995), keong mas muda yang baru menetas dari telur berukuran 1,7-2,2 mm langsung meninggalkan cangkang telur dan masuk ke dalam air. Dua hari kemudian, cangkang keong tersebut menjadi keras. Keong mas muda berukuran 2-5 mm telah memakan alga dan bagian tanaman yang lunak. Pertumbuhan awal berlangsung selama 15-25 hari. Pada umur 26-59 hari, keong mas sangat rakus mengkonsumsi makanan, sedangkan setelah berumur 60 hari, keong mas siap untuk berkembang biak. Keong mas memerlukan sekitar 3-4 jam pada saat mengadakan perkawinan di daerah yang senantiasa mendapatkan air sepanjang tahun. Keong mas dewasa memiliki cangkang yang berdiameter sekitar 4 sentimeter dan berat 10-20 gram. Pertumbuhan cangkang dipengaruhi oleh ketersediaan kalsium sebagai bahan pembentuk cangkang. Selain itu, lingkungan yang kaya dengan zat-zat makanan akan membentuk cangkang yang lebih besar, tebal dan kuat. Hewan ini dapat hidup 2-6 tahun dengan fertilitas yang tinggi.
Menurut yeni (1992), tingginnya kandungan air dari suatu pakan akan menyebabkan pakan tersebut akan lebih lembut, dan mudah dicernakan. Rendahnya kandungan air dari suatu pakan kemungkinan bahan tersebut lebih sedikit dimakan dan sukar untuk dicernakan. Dapat diketahui bahwa populasi keong mas menyukai daun pepaya. Hal ini disebabkan karena keong mas menyukai daun pepaya karena kadar protein yang lebih tinggi. Tekstur daun pepaya lebih lembut dan lentur sehingga memberi kemudahan keong untuk memekan daun pepaya. Setelah terpegang daun pepaya tidak mudah terlepas. Daun pepaya ini memiliki permukaan yang lebih luas sehingga dapat digunakan sebagai tempat berlindung sekaligus dapat memakan daun pepaya.








V. PENUTUP
5.1 KESIMPULAN
Dari praktikum yang sudah dilaksanakan dapat disimpulakan bahwa keong mas menyukai semua jenis tumbuhan, naman tingkat kesukaannya berbeda. Keong mas lebih menyukai daun pepaya karena kandungan protein pada daun pepaya lebih tinggi dari sayuran yang lalin, selanjutnya daun pepaya ini lebih lembut dan lentur,serta permukaannya lebih luas dibanding daun sayur yang lainnya, sehingga daun pepaya ini bisa sekaligus sebagai tempat berlindung dari sengatan matahari dan memakan daunnya.

5.2 SARAN
Untuk praktikan selanjutnya disarankan untuk :
1. menggunakan wadah yang ditutup rapat sehingga keong tidak keluar dari wadah
2. menimbang sisa makanan dengan hati-hati, gunakanlah timbangan yang akurat.
3. Potongan tanaman jangan terlalu halus karna menyulitkan pada saat pencucian dan penimbangan.















DAFTAR PUSTAKA

AAK. 1975. Bertanam Pohon Buah-Buahan. Yogyakarta : Kanisius.
Pengaruh Beberapa Jenis Ekstrak Tanaman Sebagai Moluskisida Nabati Terhadap Keong Mas (Pomacea canalicuta) Suharto Budiyono — Teknik Mengendalikan Keong Emas 133 Dinas Pertanian D.I. Yogyakarta

Anonim. (2008). Hama Keong Mas Berpotensi Menjadi Sumber
Pendapatan Petani. Diambil dari hupelita pada tanggal 23 September 2008 dari http://www.hupelita.com/baca.php?id=28563

Anonim. (2008 ). Stik Ketan Berbasis Telur Keong Mas Sebagai Aplikasi
Ekoefisien yang Bergizi. Diambil dari indoskripsi pada tanggal 23
September 2008 dari http://one.indoskripsi.com/judul-skripsi-tugasmakalah/
tugas-kuliah-lainnya/stik-ketan-berbasis-telur-keong-massebagai-
aplikasi-ekoefisiensi-yang-bergizi.

Anonim. (2008 ). Kecap Keong Sawah. Diambil dari warintek ristek pada
tanggal 22 September 2008 dari http://www.warintek.ristek.go.id/
pangankesehatan/pangan/piwp/kecap_keong_sawah.pdf

Arif Marwanto, 2010, Tugas Akhir Praktikum Ilmu Hama. Ugm: Yogjakarata.

Hatimah, S and W. Ismail. 1989. Penelitian pendahuluan budidaya siput emas (Pomaceae sp.). Buletin Penelitian Perikanan Darat 8 (1): 37-48.

Muljohardjo, M., Siswandono, dan S. Mangundihardjo. 1978.Ped o ma n
Bercocok Tanam Jambu Mete(Anacardium occidentale L.). Yogyakarta: Fakultas Pertanian UGM. Ohler, J.G. 1966. Cashew nut processing. Tropical Abstract 21 (9): 549.

Silvia, M. Ahmad, dan H.S. Nuraini. 1992. Kepadatan keong emas yang dibudidayakan dalam keramba terapung di kolam ikan.Teru b u k 18 (54): 2-9.

Susanto, H. 1995. Siput Murbei, Pengendalian dan Pemanfaatannya. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.

Soenaryo, E., P. Panudju, dan M. Syam. 1989. Siput murbei: siput indah yang dapat menimbulkan malapetaka bagi pertanaman padi sawah. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian 11 (5): 1-4.


Pusvyta, 2008. CERITA KECIL TENTANG KEONG EMAS. Kompas, 15 Juli 2003 dan Desember 2005 dan http://lateral.4t.com/custom.html.

(ms) http://agrolink.moa.my/doa/bdc/vege/ka_tek_bm.html
Kategori: Solanales | Tumbuhan | Sayuran | Pertanian | Budidaya













DOKUMENTASI