Sabtu, 15 Januari 2011

tugas kestan (thitonia dan krinyu )
Titonia (Thitonia diversifolia)

A. Sejarah

Tithonia adalah genus dari tanaman berbunga dalam keluarga Asteraceae. Ini mencakup 11 jenis, dengan pusat distribusi di Meksiko tetapi dengan satu spesies memanjang ke barat daya Amerika Serikat dan beberapa meluas ke Amerika Tengah. Dua spesies, T. diversifolia dan T rotundifolia, dibudidayakan secara luas dan telah melarikan diri untuk menjadi rumput liar di daerah tropis dan subtropis di seluruh dunia. Fitur yang membedakan dari genus adalah gagang bunga, yang fistulose (berarti hampa dan pembakaran menuju puncak). Tanaman tahunan atau abadi kasar tumbuh-tumbuhan atau semak, dan satu spesies, T. koelzii, adalah sebuah pohon kecil.
Pupuk merupakan salah satu faktor produksi yang dominan dalam menentukan produksi pertanian, terutama pada tanah-tanah miskin, seperti Ultisol yang penyebarannya terluas di Indonesia. Harga pupuk yang semakin mahal dan tidak terjangkau oleh sebagian besar petani di Indonesia, mengharuskan ilmuwan untuk mencari pupuk altematif. Pupuk altematif tersebut diharapkan dapat mengurangi penggunaan pupuk buatan tanpa menurunkan produksi pertanian, Salah satu pupuk alternatif yang sudah terindikasi dapat digunakan untuk maksud tersebut adalah gulma Titonia diversifolia (titonia). Titonia adalah sebangsa semak atau gulma dari famili Asteraceae yang dapat tumbuh sangat bagus di semua elevasi di tebing-tebing pinggiran jalan hampir di sepanjang jalan dan di kebun-kebun terlantar di Sumatera Barat, mengandung unsur hara yang tinggi, terutama N dan K. Akan tetapi, titonia belum dimanfaatkan sebagai penyubur tanah. Mengapa tanaman ini dapat tumbuh subur di sembarang tanah, bagaimana teknik budidayanya, sehingga dapat menghasilkan bahan organik yang banyak insitu, serta unsur hara N dan K yang tinggi, dan jika digunakan sebagai pupuk berapa penggunaan pupuk buatan N dan K dapat dikurangi, belum pernah dikaji di Indonesia. Berbagai pertanyaan tentang budidaya dan pemanfaatan titonia tersebut menjadi latar belakang dari pelaksanaan penelitian ini selama tiga tahun terakhir. Tujuan akhir dari penelitian ini adalah menernukan teknologi budidaya titonia yang tepat, sehingga menghasilkan bahan organik dengan mudah dan murah secara berkelanjutan dan sekaligus menemukan teknik pemanfaatannya untuk tanaman hortikultura dan tanaman pangan. sehingga dapat mengunmgi penggunaan pupuk buatan dalam pertanian berkelanjutan, dan sekaligus untuk mengurangi bahaya erosi. Tujuan khusus yang hendak dicapai pada tahun pertama adalah mengetahui ciri morfologi dan anatomi dari titania, menemukan teknik budidayanya yang tepat, dan takaran (dosage) titonia yang tepat dalam mengurangi pupuk buatan N dan K bagi tanaman hortikultura (cabai dan jahe), melalui suvei lapangan, dan secara mendasar melalui percobaan pot. Tujuan khusus pada penelitian tahun kedua adalah menemukan teknologi budidaya titonia yang tepat yang meliputi jarak tanam, input pupuk , pola baris tanam, dan periode pangkas titonia pada Ultisol di lapangan. Tujuan berikutnya adalah menemukan teknik pengelolaan pangkasan titonia dan kombinasinya yang tepat dengan pupuk buatan untuk memperoleh basil tanaman hortikultura (cabai dun jahe) yang tinggi pada Ultisol di lapangan. Tujuan khusus pada tahun ke tiga adalah memantapkan teknik budidaya titonia yang meliputi pola baris tanam dan periode pangkas yang tepat guna menghasilkan bahan organik dan unsur hara N dan K yang tinggi. Selanjutnya, untuk mengetahui efek sisa dari titonia dan pupuk, serta menentukan tambahan titonia atau pupuk yang diperlukan tanaman cabai dan jagung pada musim tanam ke dua setelah pemberian pertama. Kemudian, penelitian ini juga bertujuan untuk menentukan umur dan takaran titonia yang tepat untuk tanaman jagung dan ubi jatar, serta mengukur kemampuan titonia dalam mengurangi tanah tererosi. Penelitian tahun pertama diawali dengan deskripsi marfologi dan anatomi titania, termasuk infeksi mikoriza pada akamya yang dilakukan pada berbagai tinggi tempat diatas permukaan laut (elevasi) yang diyakini mempunyai perbedaan iklim dan kesuburan tanah (Padang, Lembah Anai, Padangpanjang, Bukittinggi, Payakumbuh, Tanah Datar, dan Solak).
B. Aplikasi Titonia (Thitonia diversifolia)
1. Menurut penelitian Ermarilla, 2004 ; dengan pemberian kompos titonia 10 ton / ha dapat meningkatkan dan pertumbuhan tanaman gambir.
2. Menurut Nora pemberian kompos titonia 15 ton / ha dapat juga meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman buncis.
3. Menurut Musnamar, 2003; penggunaan pupuk organic dan anorganic diperoleh interaksi positif, yaitu adanya peningkatan produksi dan pengurangan pupuk organic.
4. Pemberian titonia 10 ton / ha memberikan pertumbuhan yang terbaik terutama terhadap tinggi tanaman.
5. Menurut penelitian Ermarilla, 2004 ; dengan pemberian kompos titonia 10 ton / ha dapat meningkatkan dan pertumbuhan tanaman gambir.
6. Menurut Nora pemberian kompos titonia 15 ton / ha dapat juga meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman buncis.
7. Menurut Musnamar, 2003; penggunaan pupuk organic dan anorganic diperoleh interaksi positif, yaitu adanya peningkatan produksi dan pengurangan pupuk organic.
8. Pemberian titonia 10 ton / ha memberikan pertumbuhan yang terbaik terutama terhadap tinggi tanaman.

C. Peranan/ fungsi Titonia (Thitonia diversifolia)
1. tithonia sebagai pupuk hijau
2. menghasilkan asam asam organik yang dapat melarutkan kandungan P yang terdapat pada sawah intensif.
3. Peran bahan organik (thitonia diverifolia) yang paling besar terhadap sifat fisik tanah meliputi : struktur, 6 konsistensi, porositas, daya mengikat air, dan yang tidak kalah penting adalah peningkatan ketahanan terhadap erosi.
4. sebagai bahan perekat antar partikel tanah untuk bersatu menjadi agregat tanah, sehingga bahan organik penting dalam pembentukan struktur tanah. Pengaruh pemberian bahan organik terhadap struktur tanah sangat berkaitan dengan
tekstur tanah yang diperlakukan. Pada tanah lempung yang berat, terjadi perubahan.
5. struktur gumpal kasar dan kuat menjadi struktur yang lebih halus tidak kasar, dengan derajat struktur sedang hingga kuat, sehingga lebih mudah untuk diolah. Komponen organik seperti asam humat dan asam fulvat dalam hal ini berperan sebagai sementasi pertikel lempung dengan membentuk komplek lempung-logam-humus (Stevenson,1982).



D. Takaran yang pernah digunakan dengan Titonia (Thitonia diversifolia)
Percobaan I adalah Budidaya dan Siklus Hidup Titonia untuk Pertanian Berkelanjutan pada ultisol, merupakan lanjutan percobaan II tabun II, sehingga pengamatan mencapai masa satu tabun. Oleh karena itu. perlakuannya persis sarna dengan Percobaan II tabun II yang telah dijelaskan. Percobaan II adalah, Kajian Efek Sisa Pupuk Titonia untuk Tanaman Cabai dan Jagung pada Ultisol bekas percobaan III tahun 11. Percobaan ini terdiri atas delapan perlakuan dalam rancangan acak kelompok yaitu ; A = Bl lama tidak ditambah pupuk NK apapun: B = B2 lama tidak ditambah pupuk NK apapun; C = B I lama + 50% NK titonia +50% NK pupuk buatan; D = B2 lama + 25% NK titonia + 75% NKpupuk buatarl; E = Bl lama + 50% NIC titonia; F = B2 lama + 25% NK titonia; G = B 1 lama +50% NK pupuk buatan; H = B2 lama + 75% NK pupuk buatan. Percobaan ini juga 2 seri, masing-masing untuk tanaman cabai danjagWlg (Catatan BIlama = 25% swnber NK dari thonia, sedangkan B2 lama = 50% sumber NK dari titonia). Percobaan III adalah pengarub Umur pangkas dan Takaran Titonia untuk Tanaman Jagung pada Ultisol. Percobaan ini terdiri atas lima perlakuan dalam rancangan acak kelompok. A = Pangkasan umur 2 bulan dengan takaran 25% NK titonia; B = Pangkasan wnur 2 bulan d~gan takaran 50% NK titonia; C = Pangkasan umur 4 bulan dengan takaran 25% NK titonia; D = Pangkasan umur 4 bulan dengan takaran 25% NK titonia; E = Kontrol 100% NK pupuk buatan. Percobaan IV adalah Kemampuan Titonia Menahan Erosi dalam Usaha Tani Tanaman Jagung dan Ubi Jalar pada Ultisol. Percobaan ini berbentuk Faktorial 2x2x2 dalam rancangan petak terbagi. Petak utarna A = tanaman lorong , anak petak B = pagar lorang, sedangkan anak-anak petak C = takaran titonia sebagai pupuk; a 1 = tanaman lorong jagung; a2 = tanaman lorong ubi jalar; bl = tanpa pagar lorong titonia; b2 = pagar lorong dengan titonia; c1 = 25% sumber NK dari titonia; c2 = 50% sumber NK dari titonia Berdasarkan basil penelitian tahun pertama melalui survey ekplorasi guima titonia di Sumatera Barat, dan percobaan pot, serta penelitian tahun ke dua dan ke tiga melalui percobaan lapangan dapat dirurnuskan beberapa kesimpulan dan rekomendasi.

Peneliti Utama : Nurhayati Hakim,Prof,Dr,Ir,
Peneliti Pendukung : Agustian,Dr,Ir
E. Tanaman yang cocok adalah :
a. Gambir ; 10 ton / ha
b. Buncis; 15 ton / ha
c. untuk tanaman cabai dan jahe (substitusi 0; 25%; 50%; 75%; dan 100%).
Fungsi dari titonia ,padi
dll.






2. Krinyu(cromoalena odorata)
A. Sejarah Krinyu(cromoalena odorata)
merupakan semak dari keluarga bunga matahari asli Amerika Utara, dari Florida dan Texas ke Meksiko dan Hindia Barat. [1] Ini adalah lapangan rumput invasif tanaman di Afrika dan Asia dimana telah diperkenalkan. Sekarang ditemukan di seluruh tropis Asia, Afrika barat, dan di beberapa bagian di Australia. Nama lain untuk tanaman termasuk rumput dan Natal Siam semak, dan common Floss Bunga. Kadang-kadang tumbuh sebagai obat dan tanaman hias. Digunakan sebagai obat tradisional di Indonesia. Daun muda dilumatkan, dan cairan yang dihasilkan dapat digunakan untuk mengobati luka kulit. Itu sebelumnya taksonomi digolongkan dalam genus Eupatorium, namun kini dianggap lebih dekat dengan genera lain dalam suku Eupatorieae ( van der Laan (1914) dan Biswas (1936)).
B. Aplikasi Krinyu(cromoalena odorata)
Sebagai kompos dan pupuk hijau.
1. menurut soerjani : krinyu yang dimamfaatkan sebagai kompos dapat meningkatkan hasil panen padi dipilipina dibandingkan dengan menggunakan pupuk kandang.
2. Hasil penelitian darana, 2008 menunjukkan bahwa ekstrak daun krinyum dapat menghambat pertumbuhan gulma di kebun teh .
C. Takaran Krinyu(cromoalena odorata)
1. Berdasarkan hail penelitian Ekasylvianita (2000). Peberian 20 ton/ha s/d 25 ton/ha kerinyuh sebagai puhi bagi kacang tanah memberikan pertubuhan yang lebih baik.
2. Berdasarkan penelitian Pikki (2005) peberian purosi kerinyuh sebanyak 5 ton/ha /d 20 ton/ha tanpa peberian pupuk anorganik tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap pertumbuhan dan hasil jahe di panen muda.
3. Berdasarkan penelitian Febrimelli (1993) Pemberian gula kerinyuh sebagai puhi sebanyak 20 ton/ha telah memberikan efek positif terhadap pertumbuhan dan hasil. Hal ini di sebabkan karena puhi dapat mebantu penyerapan hara tanaman.
4. PT. Hayati Lestari Indonesia (1998) Rekumendasi porosi kerinyuh untuk tanaman pangan yang pati belum di ketahiu sapai sekarang. Umunya rekomendasi takaran porosi yang umum di gunakan tanaman pangan adalah 5-10/ha
Posisi kerinyuh memberikan pengaruh yang baik terhadap pertumbuhan dah hasil tanaman kedelai. Takaran porosi kerinyuh 30 ton/ha memberikan pengaruh yang terbaik terhadap terhadap pertumbuhan.

d. Fungsi krinyu :

1. Untuk memperbaiki sifat-sifat tanah
2. salah satu bahan pembentuk agregat tanah
3. bahan perekat antar partikel tanah untuk bersatu menjadi
agregat tanah
4. meningkatkan populasi mikroorganisme tanah baik jamur dan actinomycetes
5. Pengikatan secara kimia
peningkatan porositas tanah

e. Tanaman yang cocok menggunakan krinyu adalah:

a. kacang tanah dengan takaran 20 ton /ha sampai 25 ton / ha.
b. Jahe dengan takaran 5 ton – 20 ton
c. Kacang kedelei , padi
dll
tugas kestan (thitonia dan krinyu )
Titonia (Thitonia diversifolia)

A. Sejarah

Tithonia adalah genus dari tanaman berbunga dalam keluarga Asteraceae. Ini mencakup 11 jenis, dengan pusat distribusi di Meksiko tetapi dengan satu spesies memanjang ke barat daya Amerika Serikat dan beberapa meluas ke Amerika Tengah. Dua spesies, T. diversifolia dan T rotundifolia, dibudidayakan secara luas dan telah melarikan diri untuk menjadi rumput liar di daerah tropis dan subtropis di seluruh dunia. Fitur yang membedakan dari genus adalah gagang bunga, yang fistulose (berarti hampa dan pembakaran menuju puncak). Tanaman tahunan atau abadi kasar tumbuh-tumbuhan atau semak, dan satu spesies, T. koelzii, adalah sebuah pohon kecil.
Pupuk merupakan salah satu faktor produksi yang dominan dalam menentukan produksi pertanian, terutama pada tanah-tanah miskin, seperti Ultisol yang penyebarannya terluas di Indonesia. Harga pupuk yang semakin mahal dan tidak terjangkau oleh sebagian besar petani di Indonesia, mengharuskan ilmuwan untuk mencari pupuk altematif. Pupuk altematif tersebut diharapkan dapat mengurangi penggunaan pupuk buatan tanpa menurunkan produksi pertanian, Salah satu pupuk alternatif yang sudah terindikasi dapat digunakan untuk maksud tersebut adalah gulma Titonia diversifolia (titonia). Titonia adalah sebangsa semak atau gulma dari famili Asteraceae yang dapat tumbuh sangat bagus di semua elevasi di tebing-tebing pinggiran jalan hampir di sepanjang jalan dan di kebun-kebun terlantar di Sumatera Barat, mengandung unsur hara yang tinggi, terutama N dan K. Akan tetapi, titonia belum dimanfaatkan sebagai penyubur tanah. Mengapa tanaman ini dapat tumbuh subur di sembarang tanah, bagaimana teknik budidayanya, sehingga dapat menghasilkan bahan organik yang banyak insitu, serta unsur hara N dan K yang tinggi, dan jika digunakan sebagai pupuk berapa penggunaan pupuk buatan N dan K dapat dikurangi, belum pernah dikaji di Indonesia. Berbagai pertanyaan tentang budidaya dan pemanfaatan titonia tersebut menjadi latar belakang dari pelaksanaan penelitian ini selama tiga tahun terakhir. Tujuan akhir dari penelitian ini adalah menernukan teknologi budidaya titonia yang tepat, sehingga menghasilkan bahan organik dengan mudah dan murah secara berkelanjutan dan sekaligus menemukan teknik pemanfaatannya untuk tanaman hortikultura dan tanaman pangan. sehingga dapat mengunmgi penggunaan pupuk buatan dalam pertanian berkelanjutan, dan sekaligus untuk mengurangi bahaya erosi. Tujuan khusus yang hendak dicapai pada tahun pertama adalah mengetahui ciri morfologi dan anatomi dari titania, menemukan teknik budidayanya yang tepat, dan takaran (dosage) titonia yang tepat dalam mengurangi pupuk buatan N dan K bagi tanaman hortikultura (cabai dan jahe), melalui suvei lapangan, dan secara mendasar melalui percobaan pot. Tujuan khusus pada penelitian tahun kedua adalah menemukan teknologi budidaya titonia yang tepat yang meliputi jarak tanam, input pupuk , pola baris tanam, dan periode pangkas titonia pada Ultisol di lapangan. Tujuan berikutnya adalah menemukan teknik pengelolaan pangkasan titonia dan kombinasinya yang tepat dengan pupuk buatan untuk memperoleh basil tanaman hortikultura (cabai dun jahe) yang tinggi pada Ultisol di lapangan. Tujuan khusus pada tahun ke tiga adalah memantapkan teknik budidaya titonia yang meliputi pola baris tanam dan periode pangkas yang tepat guna menghasilkan bahan organik dan unsur hara N dan K yang tinggi. Selanjutnya, untuk mengetahui efek sisa dari titonia dan pupuk, serta menentukan tambahan titonia atau pupuk yang diperlukan tanaman cabai dan jagung pada musim tanam ke dua setelah pemberian pertama. Kemudian, penelitian ini juga bertujuan untuk menentukan umur dan takaran titonia yang tepat untuk tanaman jagung dan ubi jatar, serta mengukur kemampuan titonia dalam mengurangi tanah tererosi. Penelitian tahun pertama diawali dengan deskripsi marfologi dan anatomi titania, termasuk infeksi mikoriza pada akamya yang dilakukan pada berbagai tinggi tempat diatas permukaan laut (elevasi) yang diyakini mempunyai perbedaan iklim dan kesuburan tanah (Padang, Lembah Anai, Padangpanjang, Bukittinggi, Payakumbuh, Tanah Datar, dan Solak).
B. Aplikasi Titonia (Thitonia diversifolia)
1. Menurut penelitian Ermarilla, 2004 ; dengan pemberian kompos titonia 10 ton / ha dapat meningkatkan dan pertumbuhan tanaman gambir.
2. Menurut Nora pemberian kompos titonia 15 ton / ha dapat juga meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman buncis.
3. Menurut Musnamar, 2003; penggunaan pupuk organic dan anorganic diperoleh interaksi positif, yaitu adanya peningkatan produksi dan pengurangan pupuk organic.
4. Pemberian titonia 10 ton / ha memberikan pertumbuhan yang terbaik terutama terhadap tinggi tanaman.
5. Menurut penelitian Ermarilla, 2004 ; dengan pemberian kompos titonia 10 ton / ha dapat meningkatkan dan pertumbuhan tanaman gambir.
6. Menurut Nora pemberian kompos titonia 15 ton / ha dapat juga meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman buncis.
7. Menurut Musnamar, 2003; penggunaan pupuk organic dan anorganic diperoleh interaksi positif, yaitu adanya peningkatan produksi dan pengurangan pupuk organic.
8. Pemberian titonia 10 ton / ha memberikan pertumbuhan yang terbaik terutama terhadap tinggi tanaman.

C. Peranan/ fungsi Titonia (Thitonia diversifolia)
1. tithonia sebagai pupuk hijau
2. menghasilkan asam asam organik yang dapat melarutkan kandungan P yang terdapat pada sawah intensif.
3. Peran bahan organik (thitonia diverifolia) yang paling besar terhadap sifat fisik tanah meliputi : struktur, 6 konsistensi, porositas, daya mengikat air, dan yang tidak kalah penting adalah peningkatan ketahanan terhadap erosi.
4. sebagai bahan perekat antar partikel tanah untuk bersatu menjadi agregat tanah, sehingga bahan organik penting dalam pembentukan struktur tanah. Pengaruh pemberian bahan organik terhadap struktur tanah sangat berkaitan dengan
tekstur tanah yang diperlakukan. Pada tanah lempung yang berat, terjadi perubahan.
5. struktur gumpal kasar dan kuat menjadi struktur yang lebih halus tidak kasar, dengan derajat struktur sedang hingga kuat, sehingga lebih mudah untuk diolah. Komponen organik seperti asam humat dan asam fulvat dalam hal ini berperan sebagai sementasi pertikel lempung dengan membentuk komplek lempung-logam-humus (Stevenson,1982).



D. Takaran yang pernah digunakan dengan Titonia (Thitonia diversifolia)
Percobaan I adalah Budidaya dan Siklus Hidup Titonia untuk Pertanian Berkelanjutan pada ultisol, merupakan lanjutan percobaan II tabun II, sehingga pengamatan mencapai masa satu tabun. Oleh karena itu. perlakuannya persis sarna dengan Percobaan II tabun II yang telah dijelaskan. Percobaan II adalah, Kajian Efek Sisa Pupuk Titonia untuk Tanaman Cabai dan Jagung pada Ultisol bekas percobaan III tahun 11. Percobaan ini terdiri atas delapan perlakuan dalam rancangan acak kelompok yaitu ; A = Bl lama tidak ditambah pupuk NK apapun: B = B2 lama tidak ditambah pupuk NK apapun; C = B I lama + 50% NK titonia +50% NK pupuk buatan; D = B2 lama + 25% NK titonia + 75% NKpupuk buatarl; E = Bl lama + 50% NIC titonia; F = B2 lama + 25% NK titonia; G = B 1 lama +50% NK pupuk buatan; H = B2 lama + 75% NK pupuk buatan. Percobaan ini juga 2 seri, masing-masing untuk tanaman cabai danjagWlg (Catatan BIlama = 25% swnber NK dari thonia, sedangkan B2 lama = 50% sumber NK dari titonia). Percobaan III adalah pengarub Umur pangkas dan Takaran Titonia untuk Tanaman Jagung pada Ultisol. Percobaan ini terdiri atas lima perlakuan dalam rancangan acak kelompok. A = Pangkasan umur 2 bulan dengan takaran 25% NK titonia; B = Pangkasan wnur 2 bulan d~gan takaran 50% NK titonia; C = Pangkasan umur 4 bulan dengan takaran 25% NK titonia; D = Pangkasan umur 4 bulan dengan takaran 25% NK titonia; E = Kontrol 100% NK pupuk buatan. Percobaan IV adalah Kemampuan Titonia Menahan Erosi dalam Usaha Tani Tanaman Jagung dan Ubi Jalar pada Ultisol. Percobaan ini berbentuk Faktorial 2x2x2 dalam rancangan petak terbagi. Petak utarna A = tanaman lorong , anak petak B = pagar lorang, sedangkan anak-anak petak C = takaran titonia sebagai pupuk; a 1 = tanaman lorong jagung; a2 = tanaman lorong ubi jalar; bl = tanpa pagar lorong titonia; b2 = pagar lorong dengan titonia; c1 = 25% sumber NK dari titonia; c2 = 50% sumber NK dari titonia Berdasarkan basil penelitian tahun pertama melalui survey ekplorasi guima titonia di Sumatera Barat, dan percobaan pot, serta penelitian tahun ke dua dan ke tiga melalui percobaan lapangan dapat dirurnuskan beberapa kesimpulan dan rekomendasi.

Peneliti Utama : Nurhayati Hakim,Prof,Dr,Ir,
Peneliti Pendukung : Agustian,Dr,Ir
E. Tanaman yang cocok adalah :
a. Gambir ; 10 ton / ha
b. Buncis; 15 ton / ha
c. untuk tanaman cabai dan jahe (substitusi 0; 25%; 50%; 75%; dan 100%).
Fungsi dari titonia ,padi
dll.






2. Krinyu(cromoalena odorata)
A. Sejarah Krinyu(cromoalena odorata)
merupakan semak dari keluarga bunga matahari asli Amerika Utara, dari Florida dan Texas ke Meksiko dan Hindia Barat. [1] Ini adalah lapangan rumput invasif tanaman di Afrika dan Asia dimana telah diperkenalkan. Sekarang ditemukan di seluruh tropis Asia, Afrika barat, dan di beberapa bagian di Australia. Nama lain untuk tanaman termasuk rumput dan Natal Siam semak, dan common Floss Bunga. Kadang-kadang tumbuh sebagai obat dan tanaman hias. Digunakan sebagai obat tradisional di Indonesia. Daun muda dilumatkan, dan cairan yang dihasilkan dapat digunakan untuk mengobati luka kulit. Itu sebelumnya taksonomi digolongkan dalam genus Eupatorium, namun kini dianggap lebih dekat dengan genera lain dalam suku Eupatorieae ( van der Laan (1914) dan Biswas (1936)).
B. Aplikasi Krinyu(cromoalena odorata)
Sebagai kompos dan pupuk hijau.
1. menurut soerjani : krinyu yang dimamfaatkan sebagai kompos dapat meningkatkan hasil panen padi dipilipina dibandingkan dengan menggunakan pupuk kandang.
2. Hasil penelitian darana, 2008 menunjukkan bahwa ekstrak daun krinyum dapat menghambat pertumbuhan gulma di kebun teh .
C. Takaran Krinyu(cromoalena odorata)
1. Berdasarkan hail penelitian Ekasylvianita (2000). Peberian 20 ton/ha s/d 25 ton/ha kerinyuh sebagai puhi bagi kacang tanah memberikan pertubuhan yang lebih baik.
2. Berdasarkan penelitian Pikki (2005) peberian purosi kerinyuh sebanyak 5 ton/ha /d 20 ton/ha tanpa peberian pupuk anorganik tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap pertumbuhan dan hasil jahe di panen muda.
3. Berdasarkan penelitian Febrimelli (1993) Pemberian gula kerinyuh sebagai puhi sebanyak 20 ton/ha telah memberikan efek positif terhadap pertumbuhan dan hasil. Hal ini di sebabkan karena puhi dapat mebantu penyerapan hara tanaman.
4. PT. Hayati Lestari Indonesia (1998) Rekumendasi porosi kerinyuh untuk tanaman pangan yang pati belum di ketahiu sapai sekarang. Umunya rekomendasi takaran porosi yang umum di gunakan tanaman pangan adalah 5-10/ha
Posisi kerinyuh memberikan pengaruh yang baik terhadap pertumbuhan dah hasil tanaman kedelai. Takaran porosi kerinyuh 30 ton/ha memberikan pengaruh yang terbaik terhadap terhadap pertumbuhan.

d. Fungsi krinyu :

1. Untuk memperbaiki sifat-sifat tanah
2. salah satu bahan pembentuk agregat tanah
3. bahan perekat antar partikel tanah untuk bersatu menjadi
agregat tanah
4. meningkatkan populasi mikroorganisme tanah baik jamur dan actinomycetes
5. Pengikatan secara kimia
peningkatan porositas tanah

e. Tanaman yang cocok menggunakan krinyu adalah:

a. kacang tanah dengan takaran 20 ton /ha sampai 25 ton / ha.
b. Jahe dengan takaran 5 ton – 20 ton
c. Kacang kedelei , padi
dll

Minggu, 02 Januari 2011

TUGAS
PENGENDALIAN HAYATI DAN PENGELOLAAN HABITAT
MORFOLOGI, FISIOLOGI
Xhantomonas axonopodis glycine dan Rhizobakteria
( Rizosfer, Rizoplan, dan Endofitik )

Oleh

NUR’AINUN
0810211023









FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2010



A.MORFOLOGI XANTHOMONAS

Axonopodis Xanthomonas pv. glycines (XAG) menyebabkan penyakit bisul bakteri yang secara signifikan dapat mengurangi produksi kedelai. A collection of 26 isolat XAG dari daerah produksi kedelai berbeda Thailand ditunjukkan berbeda sehubungan dengan agresivitas pada kedelai. Mereka juga berbeda dalam kemampuan mereka untuk menginduksi respon hipersensitif (HR) pada empat kultivar tembakau dan jenis tanaman lainnya termasuk lada, tomat, kacang mentimun, dan wijen. Tomat paling sensitif terhadap induksi HR oleh XAG. Isolat KU-P-34017 menyebabkan SDM pada semua spesies tanaman diuji. Konsentrasi minimal KU-P-34017 diperlukan untuk mendorong SDM pada tembakau adalah sekitar 5 × 108 CFU mL-1. Sebuah interaksi bakteri-tanaman jangka waktu sedikitnya 2,5 jam itu perlu untuk SDM, dan temperatur yang berbeda, kelembaban relatif dan periode cahaya tidak mempengaruhi pengembangan SDM. Inhibitor metabolisme eukariotik, termasuk klorida kobal, klorida lantanum dan orthovanadate natrium (lengkap), dan cycloheximide (sebagian) diblokir SDM pada tembakau, menunjukkan asosiasi respon tanaman aktif. Sebaliknya, SDM tomat dihambat hanya dengan klorida kobal.

Bakteri bintil, yang disebabkan oleh Xanthomonas pv axonopodis. glycines, adalah salah satu penyakit bakteri utama kedelai di Thailand, di mana suhu tinggi dan kelembaban disertai dengan hujan deras sporadis mendukung perkembangannya. Penyakit ini biasanya terjadi pada dedaunan kedelai, dan gejala termasuk kecil, bercak hijau pucat dengan pustules tinggi, yang dapat berkembang menjadi lesi nekrotik besar yang mengarah ke defoliasi dini (Narvel et al, 2001.). Yield kerugian hingga 40% telah dilaporkan di bagian-bagian tertentu dari dunia (Prathuangwong & Amnuaykit, 1987). Meskipun bakteri ini secara luas dikenal sebagai Xanthomonas campestris pv. glycines berikut ini analisis hibridisasi DNA-DNA, bakteri ini berganti nama Xanthomonas pv axonopodis. glycines (XAG) (Vauterin et al, 1995.). Selain menyebabkan penyakit pada tanaman inang, bakteri beberapa tanaman patogen, termasuk XAG, menginduksi respon hipersensitif (HR) bila diinokulasi ke host yang tidak kompatibel atau tanaman nonhost (Goodman & Novacky, 1994). Hasil SDM dalam penahanan, cepat lokal dari bakteri dan kematian sel tumbuhan dalam zona menyusup. SDM ini dianggap mewakili kematian sel terprogram pada tanaman dan dengan demikian suatu bentuk pertahanan tanaman terhadap penyakit.

Oleh karena itu pemahaman tentang interaksi bakteri-tanaman yang menghasilkan SDM, dan mekanisme pertahanan berikutnya penyakit pada tanaman, dapat mengakibatkan penemuan metode yang efektif untuk pengendalian penyakit (Dangl et al, 1996.). Dalam studi koleksi XAG isolat dari daerah produksi kedelai yang berbeda dari Thailand yang dievaluasi patogenisitas relatif mereka pada kedelai, dan kemampuan mereka untuk menyebabkan HR atas berbagai jenis tembakau dan pada empat jenis tanaman lainnya. HR tersebut menyebabkan pada tembakau oleh XAG mengisolasi KU-P-34017 ditandai sehubungan dengan konsentrasi sel minimum yang diperlukan untuk menyebabkan SDM, dan efek dari faktor lingkungan dan penghambat metabolisme eukariotik pada pengembangan respon.
Xanthomonas axonopodis pv. glycines, merupakan salah satu penyakit utama pada tanaman kedelai di Indonesia. Xanthomonas axonopodis pv. glycines, disamping menyerang daun kedelai, juga merupakan patogen terbawa benih. Daun yang terinfeksi berat akan menguning dan gugur. Bahkan pada tanaman yang rentan,infeksi yang berat dapat mengakibatkan defoliasi total. Penyakit ini diperkirakan terdapat di seluruh wilayah penanaman kedelai di dunia terutama yang beriklim hangat dan lembab.Identifikasi dan deteksi secara visual bakteri ini pada benih sulit dilakukan karena benih yangterinfeksi bakteri tidak menunjukkan gejala yang khas.
Morfologi bakteri ini berbentuk batang dengan flagellum polar, bersifat aerobic dengan ukuran 0.4-0.9 x 0.6-2.6 µm . Membentuk kapsula, tidak menghasilkan spora. Biakan yang dihasilkan memiliki warna putih kekuningan, berbentuk bundar, permukaan tepi halus serta berlendir. Hampir semuanya monotrichus, bersifat gram negative yaitu bakteri yang tidak dapat diberi warna atau menyerap warna oleh pewarna crystal violet (pewarna gram), menyebabkan nekrose (kematian jaringan setempat) pada tumbuhan monokotil dan dikotil.Penyakit ini biasa disebut dengan istilah bisul bakteri (bacterial pustule). Penyakit ini termasuk salah satu penyakit penting pada kedelai di Indonesia. Penyakit tersebut tersebar luas di seluruh Indonesia. Bahkan menurut Nyvall (1979) dalam Semangun bahwa dapat dikatakan penyakit ini tersebar di seluruh dunia dimana kedelai berada (Semangun, 1991).

Gejala
Bagian daun mula-mula terjadi bercak kecil berwarna hijau kekuningan dengan bagian tengahnya agak menonjol. Bercak ini tidak tampak kebasah-basahan seperti kebanyakan infeksi yang disebabkan oleh bakteri. Bercak berkembang menjadi lebih besar, dan bagian tengahnya, terutama pada bagian bawah daun, terdapat tonjolan berwarna colat muda. Bercak yang ada mempunyai ukuran yang bervariasi. Bercak mongering dan sering mengakibatkan sobeknya daun(Semangun, 1991).
Gejala bisul daun sering dikacaukan dengan munculnya gejala karat daun yang disebabkan oleh jamur Phakospora pachryhizi Syd. Perbedaanya adalah pada penyakit bisul daun, tidak terdapat lubang yang mengeluarkan spora seperti yang terjadi pada gejala penyakit karat daun. Pada gejala penyakit bisul, terdapat satu celah yang melewati pusat bercak (Nyvall, 1979, pada Semangun, 1991). Pada polong varietas yang rentan penyakit ini menyebabkan terjadinya bercak kecil berwarna coklat kemerahan.

Biologi
Bakteri ini hidup dengan cara mempertahankan diri pada sisa-sisa tanaman sakit dan pada biji. Menurut Nyvall, bakteri ini juga bertahan pada rhizofer tanaman lain, antara lain gandum. Infeksi pada tanaman terjadi melalui mulut kulit dan hidatoda (pori air), bakteri selanjutnya berkembang dalam ruang antarsel. Selain itu, infeksi dapat terjadi melalui luka-luka. Pemencaran bakteri dipengaruhi terutama oleh percikan yang ditimbulkan oleh air hujan, terutama jika hujan disertai dengan angin keras. Selain itudapat terjadi karena adanya singgungan antar daun, dank arena bersentuhan dengan alat-alat pertanian yang terkontaminasi pada saat daun dalam keadaan basah (Semangun, 1991). Bakteri ini hidup dengan cara mempertahankan diri pada sisa-sisa tanaman sakit dan pada biji. Menurut Nyvall, bakteri ini juga bertahan pada rhizofer tanaman lain, antara lain gandum. Infeksi pada tanaman terjadi melalui mulut kulit dan hidatoda (pori air), bakteri selanjutnya berkembang dalam ruang antarsel. Selain itu, infeksi dapat terjadi melalui luka-luka. Pemencaran bakteri dipengaruhi terutama oleh percikan yang ditimbulkan oleh air hujan, terutama jika hujan disertai dengan angin keras. Selain itu dapat terjadi karena adanya singgungan antar daun, dan arena bersentuhan dengan alat-alat pertanian yang terkontaminasi pada saat daun dalam keadaan basah.











Rhizobakteria( Rizosfer, Rizoplan, dan Endofitik )
Rhizobakteria merupakan kelompok bakteri yang hidup dan berkembang di daerah rizofer tanaman. Kelompok rhizobakteria ini diketahui dapat merangsang pertumbuhan tanaman sehingga produksi tanaman dapat meningkat. Hellriegel dan Wilfarth (1889) merupakan peneliti pertama yang melaporkan manfaat dari kelompok bakteri ini dalam meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman kacang-kacangan, sejak saat itu berkembanglah penelitian-penelitian untuk mencari mikroorganisme yang dapat meningkatkan produksi tanaman.
Rizosfer adalah bagian tanah di mana lebih banyak terdapat bakteri di sekitar akar tanaman daripada tanah yang jauh dari akar tanaman. Rizosfer juga dibedakan menjadi daerah permukaan akar (rizoplan) dan daerah sebelah luar dari akar itu sendiri (endorizosfer). Selain menghasilkan efek biologi, akar juga mempengaruhi sifat kimia dan sifat fisika tanah, sehingga secara tidak langsung mempengaruhi mikroorganisme tanah. Pentingnya populasi mikrobia di sekitar rizosfer adalah untuk memelihara kesehatan akar, pengambilan nutrisi atau unsur hara, dan toleran terhadap stress / cekaman lingkungan pada saat sekarang telah dikenal.
Jumlah rizosfer meningkat pada tanah-tanah yang kering dibandingkan pada tanah-tanah basah. Temperatur dan kelembaban secara langsung berpengaruh terhadap mikroorganisme, dan secara tidak langsung terhadap tanaman. Pengaruh tidak langsung inilah yang kelihatannya lebih penting. Beberapa organisme secara nyata dapat langsung beradaptasi dengan rizosfer, namun dalam keberhasilannya membentuk koloni dengan akar dipengaruhi oleh adanya kompetisi dengan organisme lain dan kondisi tanamannya

Rizoplan adalah habitat khusus atau lokasi aktivitas mikrobia. Rizoplan atau permukaan akar mendukung terjadinya aktivitas biologi yang tinggi serta memiliki sensitivitas yang tinggi terhadap pengaruh akar pada mikroflora dan mikrofauna tanah. Analisa terhadap struktur halus atau lapisan epitel dari perakaran tanaman setelah diinokulasi dengan bakteri khusus menunjukkan bahwa bakteri menjadi lekat pada permukaan perakaran dengan bantuan dari lapisan eksternal yang bersifat musilagen atau disebut ‘musigel’ yang secara normal terdapat pada sistem perakaran yang sedang aktif tumbuh.
Endofit adalah bakteri yang menempati jaringan tanaman tanpa menimbulkan gejala penyakit pada tanaman. Sebaliknya, bakteri endofit tersebut ada yang mampu memproduksi senyawa-senyawa bermanfaat seperti senyawa antimikrobial, enzim pendegradasi dinding sel maupun zat pengatur tumbuh auxin, sitokinin dan etilin. Senyawa metabolit sekunder yang diproduksi oleh mikrobia tersebut bermanfaat bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Zat pengatur tumbuh yang dihasilkan dapat menambah panjang akar, jumlah cabang akar dan rambut akar, berat kering akar maupun panjang batang pada berbagai jenis tanaman.
Menurut Hallmann (2001), bakteri endofit adalah bakteri yang menempati jaringan tanaman tanpa menimbulkan gejala penyakit pada tanaman. Sebaliknya, bakteri endofit tersebut ada yang mampu memproduksi senyawa-senyawa bermanfaat seperti senyawa antimikrobial, enzim pendegradasi dinding sel maupun zat pengatur tumbuh auxin, sitokinin dan etilin (Persello-Cartieaux, et al., 2003).


Pengendalian Kacang Kedelai

 Pengendalian dengan menanam jenis yang tahan
 Pengendalian Dengan Cara Kultur Teknis
 Pengendalian Dengan Cara Hayati Biologis
 Pengendalian Dengan Menggunakan Zat Kimia (Pestisida)
 Pengendalian Dengan Metode Pengendalian Terpadu






1. Pengendalian dengan menanam jenis yang tahan
Ketahanan yang dimaksud pada bahasan ini memiliki dua bentuk. Suatu tanaman mungkin saja tahan terhadap infeksi dari suatu penyakit atau pathogen. Sebaliknya, ada kemungkinan pula bahwa tanaman yang tahan itu dapat mengalami atau kena infeksi, tetapi tanamn tersebut dapat mengatasi aktivitas dari patogennya, sehingga pathogen tersebut tidak dapat membiak atau berkembang dengan bebas, dan tidak menyebabkan kerusakan yang berat atau yang menyebabkan kerugian yang berarti (Djafaruddin, 2004).

2. Pengendalian Dengan Cara Kultur Teknis
Pemeliharaan tanaman yang dimaksud dapat diartikan sebagai teknik penanaman yaitu dengan metode tumpang sari ataupun dengan pergiliran tanaman (crop rotation) sistem ini bertujuan untukmemutus siklus hidup pathogen. Sanitasi merupakan usaha pemberswihan areal tanaman maupun tanaman itu sendiri. Dengan adanya usaha sanitasi, maka kebersihan akan terjamin. Sanitasi dapat dilakukan dengan menghilangkan tanaman-tanaman yang tidak dibudidaya (gulma), menghilangkan bagian tanaman yang sudah tua, menghilangkan bagian tanaman yang sakit atau bahkan tanaman yang terinfeksi dimusnahkan (roguing). (Djafaruddin, 2004).

3. Pengendalian Dengan Cara Hayati Biologis
Metode ini memanfaatkan musuh alami dari pathogen yang menyerang. Penggunaan agensia hayati atau streptomisin sulfat terpadu dengan cara tanam tumpangsari untuk mengendalikan penyakit pustul di lapangan menurunkan keparahan penyakit berturut-turut adalah 44-54% untuk musim kemarau dan 45-49% untuk musim penghujan (Dirmawati, 2005).






4. Pengendalian Dengan Menggunakan Zat Kimia (Pestisida)

Untuk mengendalikan serangan bakteri, dapat digunakan jenis bakterisida. namun saat ini, langah tersebut sudah banyak terbukti menimbulkan dampak negative. Bahkan langkah inilah yang sering dipermasalahkan dari langkah pengendalian penyakit khususnya dan gangguan pada umumnya, kalau pendekatannya dilakukan dengan hanya satu langkah ini saja, sebagaimana dikemukakan oleh para ahli dan juga oleh FAO, bahwa ia akan m enimbulkan berbagai dampak negative.

5. Pengendalian Dengan Metode Pengendalian Terpadu

Pada dasarnya pengendalian penyakit tanaman secara terpadu adalah mengkombinasikan metode-metode pengendalian yang memungkinkan dengan mempertimbahngkan aspek ekonomis dan kelestarian lingkungan.



























LAMPIRAN

Gambar pustul bakteri pada daun kedelei



Gambar pustul bakteri pada jeruk