Minggu, 02 Januari 2011

TUGAS
PENGENDALIAN HAYATI DAN PENGELOLAAN HABITAT
MORFOLOGI, FISIOLOGI
Xhantomonas axonopodis glycine dan Rhizobakteria
( Rizosfer, Rizoplan, dan Endofitik )

Oleh

NUR’AINUN
0810211023









FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2010



A.MORFOLOGI XANTHOMONAS

Axonopodis Xanthomonas pv. glycines (XAG) menyebabkan penyakit bisul bakteri yang secara signifikan dapat mengurangi produksi kedelai. A collection of 26 isolat XAG dari daerah produksi kedelai berbeda Thailand ditunjukkan berbeda sehubungan dengan agresivitas pada kedelai. Mereka juga berbeda dalam kemampuan mereka untuk menginduksi respon hipersensitif (HR) pada empat kultivar tembakau dan jenis tanaman lainnya termasuk lada, tomat, kacang mentimun, dan wijen. Tomat paling sensitif terhadap induksi HR oleh XAG. Isolat KU-P-34017 menyebabkan SDM pada semua spesies tanaman diuji. Konsentrasi minimal KU-P-34017 diperlukan untuk mendorong SDM pada tembakau adalah sekitar 5 × 108 CFU mL-1. Sebuah interaksi bakteri-tanaman jangka waktu sedikitnya 2,5 jam itu perlu untuk SDM, dan temperatur yang berbeda, kelembaban relatif dan periode cahaya tidak mempengaruhi pengembangan SDM. Inhibitor metabolisme eukariotik, termasuk klorida kobal, klorida lantanum dan orthovanadate natrium (lengkap), dan cycloheximide (sebagian) diblokir SDM pada tembakau, menunjukkan asosiasi respon tanaman aktif. Sebaliknya, SDM tomat dihambat hanya dengan klorida kobal.

Bakteri bintil, yang disebabkan oleh Xanthomonas pv axonopodis. glycines, adalah salah satu penyakit bakteri utama kedelai di Thailand, di mana suhu tinggi dan kelembaban disertai dengan hujan deras sporadis mendukung perkembangannya. Penyakit ini biasanya terjadi pada dedaunan kedelai, dan gejala termasuk kecil, bercak hijau pucat dengan pustules tinggi, yang dapat berkembang menjadi lesi nekrotik besar yang mengarah ke defoliasi dini (Narvel et al, 2001.). Yield kerugian hingga 40% telah dilaporkan di bagian-bagian tertentu dari dunia (Prathuangwong & Amnuaykit, 1987). Meskipun bakteri ini secara luas dikenal sebagai Xanthomonas campestris pv. glycines berikut ini analisis hibridisasi DNA-DNA, bakteri ini berganti nama Xanthomonas pv axonopodis. glycines (XAG) (Vauterin et al, 1995.). Selain menyebabkan penyakit pada tanaman inang, bakteri beberapa tanaman patogen, termasuk XAG, menginduksi respon hipersensitif (HR) bila diinokulasi ke host yang tidak kompatibel atau tanaman nonhost (Goodman & Novacky, 1994). Hasil SDM dalam penahanan, cepat lokal dari bakteri dan kematian sel tumbuhan dalam zona menyusup. SDM ini dianggap mewakili kematian sel terprogram pada tanaman dan dengan demikian suatu bentuk pertahanan tanaman terhadap penyakit.

Oleh karena itu pemahaman tentang interaksi bakteri-tanaman yang menghasilkan SDM, dan mekanisme pertahanan berikutnya penyakit pada tanaman, dapat mengakibatkan penemuan metode yang efektif untuk pengendalian penyakit (Dangl et al, 1996.). Dalam studi koleksi XAG isolat dari daerah produksi kedelai yang berbeda dari Thailand yang dievaluasi patogenisitas relatif mereka pada kedelai, dan kemampuan mereka untuk menyebabkan HR atas berbagai jenis tembakau dan pada empat jenis tanaman lainnya. HR tersebut menyebabkan pada tembakau oleh XAG mengisolasi KU-P-34017 ditandai sehubungan dengan konsentrasi sel minimum yang diperlukan untuk menyebabkan SDM, dan efek dari faktor lingkungan dan penghambat metabolisme eukariotik pada pengembangan respon.
Xanthomonas axonopodis pv. glycines, merupakan salah satu penyakit utama pada tanaman kedelai di Indonesia. Xanthomonas axonopodis pv. glycines, disamping menyerang daun kedelai, juga merupakan patogen terbawa benih. Daun yang terinfeksi berat akan menguning dan gugur. Bahkan pada tanaman yang rentan,infeksi yang berat dapat mengakibatkan defoliasi total. Penyakit ini diperkirakan terdapat di seluruh wilayah penanaman kedelai di dunia terutama yang beriklim hangat dan lembab.Identifikasi dan deteksi secara visual bakteri ini pada benih sulit dilakukan karena benih yangterinfeksi bakteri tidak menunjukkan gejala yang khas.
Morfologi bakteri ini berbentuk batang dengan flagellum polar, bersifat aerobic dengan ukuran 0.4-0.9 x 0.6-2.6 µm . Membentuk kapsula, tidak menghasilkan spora. Biakan yang dihasilkan memiliki warna putih kekuningan, berbentuk bundar, permukaan tepi halus serta berlendir. Hampir semuanya monotrichus, bersifat gram negative yaitu bakteri yang tidak dapat diberi warna atau menyerap warna oleh pewarna crystal violet (pewarna gram), menyebabkan nekrose (kematian jaringan setempat) pada tumbuhan monokotil dan dikotil.Penyakit ini biasa disebut dengan istilah bisul bakteri (bacterial pustule). Penyakit ini termasuk salah satu penyakit penting pada kedelai di Indonesia. Penyakit tersebut tersebar luas di seluruh Indonesia. Bahkan menurut Nyvall (1979) dalam Semangun bahwa dapat dikatakan penyakit ini tersebar di seluruh dunia dimana kedelai berada (Semangun, 1991).

Gejala
Bagian daun mula-mula terjadi bercak kecil berwarna hijau kekuningan dengan bagian tengahnya agak menonjol. Bercak ini tidak tampak kebasah-basahan seperti kebanyakan infeksi yang disebabkan oleh bakteri. Bercak berkembang menjadi lebih besar, dan bagian tengahnya, terutama pada bagian bawah daun, terdapat tonjolan berwarna colat muda. Bercak yang ada mempunyai ukuran yang bervariasi. Bercak mongering dan sering mengakibatkan sobeknya daun(Semangun, 1991).
Gejala bisul daun sering dikacaukan dengan munculnya gejala karat daun yang disebabkan oleh jamur Phakospora pachryhizi Syd. Perbedaanya adalah pada penyakit bisul daun, tidak terdapat lubang yang mengeluarkan spora seperti yang terjadi pada gejala penyakit karat daun. Pada gejala penyakit bisul, terdapat satu celah yang melewati pusat bercak (Nyvall, 1979, pada Semangun, 1991). Pada polong varietas yang rentan penyakit ini menyebabkan terjadinya bercak kecil berwarna coklat kemerahan.

Biologi
Bakteri ini hidup dengan cara mempertahankan diri pada sisa-sisa tanaman sakit dan pada biji. Menurut Nyvall, bakteri ini juga bertahan pada rhizofer tanaman lain, antara lain gandum. Infeksi pada tanaman terjadi melalui mulut kulit dan hidatoda (pori air), bakteri selanjutnya berkembang dalam ruang antarsel. Selain itu, infeksi dapat terjadi melalui luka-luka. Pemencaran bakteri dipengaruhi terutama oleh percikan yang ditimbulkan oleh air hujan, terutama jika hujan disertai dengan angin keras. Selain itudapat terjadi karena adanya singgungan antar daun, dank arena bersentuhan dengan alat-alat pertanian yang terkontaminasi pada saat daun dalam keadaan basah (Semangun, 1991). Bakteri ini hidup dengan cara mempertahankan diri pada sisa-sisa tanaman sakit dan pada biji. Menurut Nyvall, bakteri ini juga bertahan pada rhizofer tanaman lain, antara lain gandum. Infeksi pada tanaman terjadi melalui mulut kulit dan hidatoda (pori air), bakteri selanjutnya berkembang dalam ruang antarsel. Selain itu, infeksi dapat terjadi melalui luka-luka. Pemencaran bakteri dipengaruhi terutama oleh percikan yang ditimbulkan oleh air hujan, terutama jika hujan disertai dengan angin keras. Selain itu dapat terjadi karena adanya singgungan antar daun, dan arena bersentuhan dengan alat-alat pertanian yang terkontaminasi pada saat daun dalam keadaan basah.











Rhizobakteria( Rizosfer, Rizoplan, dan Endofitik )
Rhizobakteria merupakan kelompok bakteri yang hidup dan berkembang di daerah rizofer tanaman. Kelompok rhizobakteria ini diketahui dapat merangsang pertumbuhan tanaman sehingga produksi tanaman dapat meningkat. Hellriegel dan Wilfarth (1889) merupakan peneliti pertama yang melaporkan manfaat dari kelompok bakteri ini dalam meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman kacang-kacangan, sejak saat itu berkembanglah penelitian-penelitian untuk mencari mikroorganisme yang dapat meningkatkan produksi tanaman.
Rizosfer adalah bagian tanah di mana lebih banyak terdapat bakteri di sekitar akar tanaman daripada tanah yang jauh dari akar tanaman. Rizosfer juga dibedakan menjadi daerah permukaan akar (rizoplan) dan daerah sebelah luar dari akar itu sendiri (endorizosfer). Selain menghasilkan efek biologi, akar juga mempengaruhi sifat kimia dan sifat fisika tanah, sehingga secara tidak langsung mempengaruhi mikroorganisme tanah. Pentingnya populasi mikrobia di sekitar rizosfer adalah untuk memelihara kesehatan akar, pengambilan nutrisi atau unsur hara, dan toleran terhadap stress / cekaman lingkungan pada saat sekarang telah dikenal.
Jumlah rizosfer meningkat pada tanah-tanah yang kering dibandingkan pada tanah-tanah basah. Temperatur dan kelembaban secara langsung berpengaruh terhadap mikroorganisme, dan secara tidak langsung terhadap tanaman. Pengaruh tidak langsung inilah yang kelihatannya lebih penting. Beberapa organisme secara nyata dapat langsung beradaptasi dengan rizosfer, namun dalam keberhasilannya membentuk koloni dengan akar dipengaruhi oleh adanya kompetisi dengan organisme lain dan kondisi tanamannya

Rizoplan adalah habitat khusus atau lokasi aktivitas mikrobia. Rizoplan atau permukaan akar mendukung terjadinya aktivitas biologi yang tinggi serta memiliki sensitivitas yang tinggi terhadap pengaruh akar pada mikroflora dan mikrofauna tanah. Analisa terhadap struktur halus atau lapisan epitel dari perakaran tanaman setelah diinokulasi dengan bakteri khusus menunjukkan bahwa bakteri menjadi lekat pada permukaan perakaran dengan bantuan dari lapisan eksternal yang bersifat musilagen atau disebut ‘musigel’ yang secara normal terdapat pada sistem perakaran yang sedang aktif tumbuh.
Endofit adalah bakteri yang menempati jaringan tanaman tanpa menimbulkan gejala penyakit pada tanaman. Sebaliknya, bakteri endofit tersebut ada yang mampu memproduksi senyawa-senyawa bermanfaat seperti senyawa antimikrobial, enzim pendegradasi dinding sel maupun zat pengatur tumbuh auxin, sitokinin dan etilin. Senyawa metabolit sekunder yang diproduksi oleh mikrobia tersebut bermanfaat bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Zat pengatur tumbuh yang dihasilkan dapat menambah panjang akar, jumlah cabang akar dan rambut akar, berat kering akar maupun panjang batang pada berbagai jenis tanaman.
Menurut Hallmann (2001), bakteri endofit adalah bakteri yang menempati jaringan tanaman tanpa menimbulkan gejala penyakit pada tanaman. Sebaliknya, bakteri endofit tersebut ada yang mampu memproduksi senyawa-senyawa bermanfaat seperti senyawa antimikrobial, enzim pendegradasi dinding sel maupun zat pengatur tumbuh auxin, sitokinin dan etilin (Persello-Cartieaux, et al., 2003).


Pengendalian Kacang Kedelai

 Pengendalian dengan menanam jenis yang tahan
 Pengendalian Dengan Cara Kultur Teknis
 Pengendalian Dengan Cara Hayati Biologis
 Pengendalian Dengan Menggunakan Zat Kimia (Pestisida)
 Pengendalian Dengan Metode Pengendalian Terpadu






1. Pengendalian dengan menanam jenis yang tahan
Ketahanan yang dimaksud pada bahasan ini memiliki dua bentuk. Suatu tanaman mungkin saja tahan terhadap infeksi dari suatu penyakit atau pathogen. Sebaliknya, ada kemungkinan pula bahwa tanaman yang tahan itu dapat mengalami atau kena infeksi, tetapi tanamn tersebut dapat mengatasi aktivitas dari patogennya, sehingga pathogen tersebut tidak dapat membiak atau berkembang dengan bebas, dan tidak menyebabkan kerusakan yang berat atau yang menyebabkan kerugian yang berarti (Djafaruddin, 2004).

2. Pengendalian Dengan Cara Kultur Teknis
Pemeliharaan tanaman yang dimaksud dapat diartikan sebagai teknik penanaman yaitu dengan metode tumpang sari ataupun dengan pergiliran tanaman (crop rotation) sistem ini bertujuan untukmemutus siklus hidup pathogen. Sanitasi merupakan usaha pemberswihan areal tanaman maupun tanaman itu sendiri. Dengan adanya usaha sanitasi, maka kebersihan akan terjamin. Sanitasi dapat dilakukan dengan menghilangkan tanaman-tanaman yang tidak dibudidaya (gulma), menghilangkan bagian tanaman yang sudah tua, menghilangkan bagian tanaman yang sakit atau bahkan tanaman yang terinfeksi dimusnahkan (roguing). (Djafaruddin, 2004).

3. Pengendalian Dengan Cara Hayati Biologis
Metode ini memanfaatkan musuh alami dari pathogen yang menyerang. Penggunaan agensia hayati atau streptomisin sulfat terpadu dengan cara tanam tumpangsari untuk mengendalikan penyakit pustul di lapangan menurunkan keparahan penyakit berturut-turut adalah 44-54% untuk musim kemarau dan 45-49% untuk musim penghujan (Dirmawati, 2005).






4. Pengendalian Dengan Menggunakan Zat Kimia (Pestisida)

Untuk mengendalikan serangan bakteri, dapat digunakan jenis bakterisida. namun saat ini, langah tersebut sudah banyak terbukti menimbulkan dampak negative. Bahkan langkah inilah yang sering dipermasalahkan dari langkah pengendalian penyakit khususnya dan gangguan pada umumnya, kalau pendekatannya dilakukan dengan hanya satu langkah ini saja, sebagaimana dikemukakan oleh para ahli dan juga oleh FAO, bahwa ia akan m enimbulkan berbagai dampak negative.

5. Pengendalian Dengan Metode Pengendalian Terpadu

Pada dasarnya pengendalian penyakit tanaman secara terpadu adalah mengkombinasikan metode-metode pengendalian yang memungkinkan dengan mempertimbahngkan aspek ekonomis dan kelestarian lingkungan.



























LAMPIRAN

Gambar pustul bakteri pada daun kedelei



Gambar pustul bakteri pada jeruk