Jumat, 31 Desember 2010

tugas ilmu gulma

 Sejarah Awal Perkembangan Ilmu Gulma
Gulma menjadi masalah sejak manusia mengusahakan pertanian. Gulma menyebabkan gangguan dan kerugian pada tanaman budidaya seperti halnya hama dan penyakit, namun gangguan akibat gulma timbulnya sedikit demi sedikit, tidak drastis atau spektakuler. Menurut Singh et al. (2005) upaya pengendalian gulma pada sistem produksi tanaman telah dilakukan oleh manusia seumur perkembangan pertanian itu sendiri. Gulma mendapat perhatian lebih besar di bidang fisiologi tumbuhan, sejak ditemukannya 2,4-D (asam 2,4- diklorofenoksiasetat) pada tahun 1940-an sebagai herbisida. Sebelum herbisida sintetis ditemukan pada tahun 1940-an, tidak ada pembagian disiplin ilmu gulma. Manajemen gulma dijadikan sebagai subdisiplin agronomi, dan sangat sedikit ilmuwan yang melakukan penelitian pada gulma dan pengendaliannya. Penemuan 2,4-D sebagai zat pengatur tumbuh (Zimmerman and Hitchock, 1942) dan catatan penggunaannya sebagai herbisida selektif (Hamner dan Tukey, 1944; Marth and Mitchell, 1944) telah mengawali proses penemuan dan komersialisasi herbisida sintetik baru yang memberikan dorongan terhadap ilmu gulma untuk menjadi disiplin tersendiri.
 Sejarah Penemuan 2,4-D
Pada akhir abad 19, ketika garam NaCl dan abu digunakan untuk mengendalikan gulma sepanjang pinggir jalan, herbisida selektif inorganik telah ditemukan dengan kebetulan di Perancis. Beberapa petani Perancis menyemprotkan bubur Bourdeaux untuk mengendalikan penyakit embun tepung (downy mildew) pada pertanaman anggur dan mereka mengamati bahwa beberapa drift yang jatuh dari larutan tersebut dapat membunuh gulma berdaun lebar yang ada di bawahnya. Akhirnya, komponen tembaga sulfat dalam bubur Bordeaux ditemukan sebagai agen pembunuh gulma. Terobosan nyata dalam pengendalian gulma dengan senyawa kimia selektif dihasilkan pada tahun 1945 dengan pengumuman secara simultan penemuan 2,4- D di Amerika dan MCPA di Inggris. Pada tahun 1935 di Amerika, Zimmerman dan Wilcoxson melaporkan bahwa phenilacetic acid dan naphthyl acetic acid (NAA) mencegah buah muda gugur, menginduksi perakaran, mempercepat pemasakan buah, dan menyebabkan tomat tanpa biji. Pada tahun 1941 di Inggris, ketika pelaksanaan penelitian pot pada pengaruh NAA sebagai zat pengatur tumbuh tanaman pada gandum, W.G. Templeman mendapatkan peluang bahwa NAA membunuh sedikit tanaman kubis liar (Brassica kaber) yang tumbuh sebagai gulma di pot gandum. Hal ini mendorong Templeman dan W.A Sexton pada Stasiun Penelitian Jealotts Hill untuk mencari beberapa zat pengatur tumbuh yang lebih potensial daripada NAA untuk pengendalian gulma berdaun lebar pada biji kecil. Hasil elaborasi penelitian akhirnya menghasilkan bahwa 2,4-D dan MCPA merupakan zat pengatur tumbuh yang potensial sebagai herbisida (Gupta, 2000). Pada tahun 1941 di Amerika Serikat, Pokorny untuk pertama kalinya mensintesis 2,4-dichloroacetic acid (2,4-D) dan 2,4,5-trichloroacetic acid (2,4,5-T).
 2,4-D sebagai Senjata Perang Biologi
Pengembangan herbisida organik telah difasilitasi secara besar selama.Perang Dunia II karena potensi militernya sebagai senjata biologi (Peterson, 1967). Setelah perang, program Camp Detrick diperluas sampai meliputi berbagai tipe respon pertumbuhan di dalam tanaman. Sintesis dan pemilihan (screening) dilanjutkan dan pengembangan prosedur untuk menguji aktivitas herbisida ditingkatkan. Penelitian Camp Detrick didukung oleh kontrak dengan universitas dan penelitian diinisiasi pada absisik dan giberelin. Pengguguran daun dan uji pelayuan daun untuk tanaman berkayu dilakukan selama periode 1961 -1972 dibawah pengawasan C.E. Minarik yang mendorong penggunaan secara militer
 Pengembangan 2,4-D secara Komersial sebagai Herbisida
Ilmuwan di Amerika Serikat (Marth dan Mitchel, 1944; Zimmerman dan Hitchcock, 1942) dan ilmuwan Inggris (Blackman, 1945; Slade et al, 1945) melanjutkan pekerjaan penelitian terbatas dengan 2,4-D selama Perang Dunia II. Penelitian di Inggris difokuskan pada pengembangan MCPA, yaitu herbisida mirip 2,4-D. MCPA disenangi di Inggris karena ketersediaan kresol yang melimpah yang diekstrak dari batubara dan digunakan untuk membuat MCPA versus ketersediaan phenol yang melimpah dari kilang minyak di Amerika, yang digunakan untuk membuat 2,4-D.
Pada bulan Juni 1994, Mitchell dan Hamner dengan United States Department of Agriculture (USDA) Biro Industri Tanaman di Beltsville, Maryland telah membuat pengumuman publikasi yang pertama tentang penggunaan 2,4-D sebagai herbisida yang menghambat pertumbuhan gulma (Marth dan Mitchell, 1944). Hamner dan Tukey (1944) menyebabkan pertimbangan publik tertarik ketika mereka melaporkan pada tahun 1944 bahwa dalam 10 hari setelah semprot dengan 2,4-D gulma mati. Peneliti Inggris sudah bekerja dengan MCPA, 2,4-D, dan zat pengatur tumbuh lain selama awal tahun 1940 tetapi menunda publikasi hasil penelitiannya sampai setelah Perang Dunia II (Blackman, 1945; Slade et al.,1945).


Marth dan Mitchel (1944) menyemprotkan 2,4-D pada lapangan rumput yang ditumbuhi gulma dandelion pada Beltsville, Maryland dan mendapatkan pengendalian gulma daun lebar secara selektive dengan tanpa kerusakan terhadap lapangan rumputnya. Mitchell et al. (1944) kemudian melakukan penelitian tambahan pada lapangan golf dan melaporkan bahwa terdapat pengendalian gulma daun lebar secara selektif.
Singkatan populer 2,4-D pertama kali terlihat di dalam literatur tahun 1945 selama pertemuan tahunan kedua NCWCC (North Central Weed Control Conference) di St. Paul, Minnesota (Timmons, 1945). Data dari 30 cooperators dengan 140 penelitian yang dilaksanakan di Amerika Serikat dan 36 penelitian yang dilaksanakan di Canada telah dilaporkan.
Paten asli 2,4-D dan senyawa turunannya (US Patent Number 2,322,761) adalah sebagai zat pengatur tumbuh oleh John F. Lontz dan ditetapkan untuk E.I. du Pont de Nemours and Company tertanggal 29 Juni 1943 (Peterson, 1967). Franklin D. Jones dengan perusahaan Cat Kimia Amerika (ACPC) mencatat pada tanggal 20 Maret 1944 dan mendapatkan penggunaan paten 2,390,941 pada bulan Desember 1945 untuk 2,4-D sebagai herbisida. Pada bulan Juni 1945, ACPC memasarkan 2,4-D dengan nama dagang ”Weedone”, yang merupakan herbisida sistemik selektive pertama yang diproduksi dan terjual pada skala komersial.
Studi Toksisitas 2,4-D
Mitchell et al (1946) melaporkan bahwa perlakuan pada padang rumput dengan 2,4-D dengan duakali dosis normal tidak menyebabkan efek toksik pada domba dan sapi yang memakan rumput pakan tersebut, dan memberikan pakan pada sapi 5.5 gram 2,4-D murni per hari selama 3 bulan tidak menyebabkan efek terhadap sapi atau susunya. Kraus mengumumkan bahwa dia sudah memakan 0.5 gram 2,4-D per hari selama 3 minggu dan tidak ada pengaruhnya (Kephart, 1945).



Kecenderungan dalam Ilmu Gulma di abad ke- 21
1 . Peningkatan penggunaan Benih Padi dengan Sistem Tebar Langsung
Bangsa Asia mulai mengalami proses perubahan dalam sistem pertanaman karena semakin terbatasnya jumlah tenaga kerja untuk menyiangi gulma. Meningkatnya upah buruh telah menyebabkan perubahan sistem pertanaman dari transplanting menjadi sistem tanam langsung di beberapa negara di Asia Tenggara yang memiliki jumlah populasi penduduk sedikit dan upah buruh meningkat. Pergantian sistem ini berakibat buruk dan menyebabkan terjadinya masalah gulma.
Echinochloa spp. termasuk gulma tanaman padi dan tergolong ke dalam millenial weed pada tanaman padi yang tidak mempengaruhi sistem pertanaman di seluruh dunia. Gulma ini tidak selalu menjadi masalah. Tanaman padi yang banyak ditumbuhi oleh gulma akan menyebabkan lebih banyak masalah ketika dilakukan sistem tanam langsung dalam hubungannya dengan genetik, morfologi, dan kesamaan fenologi dengan padi lokal dan juga karakteristiknya yang mudah Echinochloa spp. termasuk gulma tanaman padi dan tergolong ke dalam millenial weed pada tanaman padi yang tidak mempengaruhi sistem pertanaman di seluruh dunia. Gulma ini tidak selalu menjadi masalah. Tanaman padi yang banyak ditumbuhi oleh gulma akan menyebabkan lebih banyak masalah ketika dilakukan sistem tanam langsung dalam hubungannya dengan genetik, morfologi, dan kesamaan fenologi dengan padi lokal dan juga karakteristiknya yang mudah
2. Meningkatnya Penggunaan Herbisida dan Kebutuhan akan Herbisida dengan Wacana Baru
Meskipun penyiangan secara manual adalah metode yang paling umum dikenal dalam usaha pengendalian gulma di kawasan ini, penggunaan herbisida tetap menjadi komponen penting dalam usaha pengendalian gulma. Penggunaan herbisida terus meningkat di beberapa negara di Asia. Hal tersebut disebabkan oleh adanya penggunaan varietas tanaman pangan yang berdaya hasil tinggi sehingga mendorong insentif secara ekonomi dengan cara mengurangi jumlah gulma yang ada dan tersedianya herbisida yang murah harganya. Penggunaan herbisida yang semakin meningkat pada tanaman padi sawah ternyata lebih murah 1-5 kalinya daripada ketika dilakukan penyiangan secara manual (di Illoilo-Filipina, Jawa Barat-Indonesia, dan Delta sungai Mekong-Vietnam).
3. Kebutuhan yang mendesak untuk Mengurangi Resiko dari Penggunaan Herbisida pada Ekosistem
Herbisida yang digunakan saat ini aman tidak berbahaya terhadap manusia dan hewan ternak, apabila pengunaannya tepat. Di sebagian kecil negara di kawasan Asia, penggunaan sulfonil urea yang dicampur dengan herbisida lain digunakan untuk mengatasi penyebaran yang luas dari gulma. Dosis sulfonil urea yang digunakan jauh lebih kecil dari kebanyakan herbisida tahunan lainnya, dan bahan aktif ini terus digunakan sebagai herbisida untuk membasmi gulma tanaman padi selama beberapa dekade ini. Bagaimanapun juga tetap ada tekanan untuk mengurangi resistensi gulma terhadap herbisida ini, karena terdapat efek residu yang memusnahkan tanaman lain, termasuk gulma Brasenia schreberi dan Sagittaria aginashi. Penggunaan sulfonil urea yang terus menerus akan menyebabkan terjadinya keragaman gulma. Lebih dari 600 000 juta dolar telah dihabiskan untuk memulihkan kondisi air yang tercemar oleh molinate dan thiobencarb di areal pertanaman padi di daerah California. Hal ini tentu saja mengejutkan masyarakat di Asia, karena sistem tanam padi berhubungan langsung dengan budidaya ikan. Selain itu air irigasi juga digunakan masyarakat untuk keperluan lain.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar